Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Gencatan Senjata Gaza Dinodai Operasi Militer Israel di Jenin, Mengapa?

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Gencatan Senjata Gaza Dinodai Operasi Militer Israel di Jenin, Mengapa?
Foto: Paramedis Palestina mengevakuasi korban luka akibat serangan tentara Israel dalam penggerebekan di Kamp Pengungsi Jenin, Tepi Barat, Selasa (21/1/2025). (Getty Images)

Pantau – Gencatan senjata yang belum lama ini disepakati antara Hamas dan Fatah hanya berlaku di wilayah Jalur Gaza. Namun, konflik di Palestina tidak kunjung reda.

Baca juga: Qatar Yakin Gencatan Senjata Israel-Hamas akan Bertahan

Tragedi memilukan terjadi hari ini, saat seorang penembak jitu Israel mengeksekusi Zakariya Hamid Yahya Barbakh, seorang anak Palestina, di dekat Bundaran Al-Audah, pusat Kota Rafah. Insiden ini semakin tragis ketika seorang pria yang mencoba mengevakuasi jasadnya juga ditembak.

Di sisi lain, operasi militer Israel di Jenin, Tepi Barat, terus berlanjut sejak awal bulan lalu, semakin diperkuat setelah tercapainya gencatan senjata di Gaza.

Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf menilai, peristiwa ini mencerminkan perbedaan pendekatan politik antara dua faksi utama Palestina, Hamas dan Fatah, yang masih memiliki ideologi yang bertolak belakang dalam menghadapi penjajahan Israel.

Faisal berpandangan, Fatah yang menguasai Otoritas Palestina di Tepi Barat, memilih jalur kompromi dengan Israel. Banyak pihak menilai bahwa Otoritas Palestina di bawah Fatah lebih menyerupai “kepanjangan tangan” dari pemerintahan Israel. Sebaliknya, Hamas tetap berpegang pada perlawanan bersenjata, tidak mengakui eksistensi negara Zionis tersebut.

“Gencatan senjata memang hanya mencakup Gaza, tetapi apa yang terjadi di Tepi Barat menunjukkan ketegangan yang lebih dalam. Ini bukan hanya soal wilayah, tetapi juga konflik ideologi yang membedakan Hamas dan Fatah,” ujarnya kepada Pantau.com, Rabu (22/1/2025).

Baca juga: Timeline Serangan Israel hingga Gencatan Senjata Gaza Terwujud

Selain itu, lanjut Faisal, keputusan kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dianggap mendukung Israel secara sepihak, disebut sebagai salah satu bentuk provokasi yang kian menyulut perlawanan bangsa Palestina.

"Hamas pun menemukan momentumnya dalam serangan ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, tercatat sebagai awal Perang Gaza kelima," tuturnya.

Dia menambahkan, Konflik ini juga memperlihatkan standar ganda yang diterapkan oleh Dewan Keamanan PBB serta negara-negara Arab dan Muslim. Banyak yang menilai sikap mereka cenderung pasif terhadap penderitaan rakyat Palestina.

“Standar kemanusiaan seolah diterapkan berbeda-beda. Ketika rakyat Palestina membutuhkan dukungan, dunia justru lebih sering terdiam,” pungkasnya.

Meski gencatan senjata memberikan secercah harapan di Gaza, kenyataan pahit di Tepi Barat dan perpecahan internal Palestina menunjukkan jalan menuju perdamaian masih panjang.

Namun, pertanyaan utamanya tetap sama, sampai kapankah rakyat Palestina harus membayar harga atas konflik ini?

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Khalied Malvino