
Pantau - Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas akhirnya diterapkan di Gaza, memberi sedikit kelegaan bagi lebih dari 2 juta warga Palestina di wilayah itu setelah 15 bulan perang yang menghancurkan.
Baca juga: Israel Ancam Tunda Gencatan Senjata di Gaza, Tuntut Nama Sandera dari Hamas
Fase pertama dari perjanjian gencatan senjata ini akan berlangsung selama enam minggu, di mana beberapa sandera Israel yang ditahan di Gaza akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina di Israel, penarikan bertahap pasukan Israel ke perbatasan Gaza, dan peningkatan besar akses untuk bantuan kemanusiaan.
Diharapkan fase pertama ini akan membuka jalan bagi fase kedua dan ketiga, yang pada akhirnya akan membawa pembebasan semua sandera dan gencatan senjata permanen. Perjalanan menuju kesepakatan ini panjang dan penuh dengan berbagai rintangan. Berikut adalah ulasan tentang perjalanan menuju kesepakatan ini sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Gencatan Senjata Pertama
Setelah lebih dari enam pekan pertempuran yang menghancurkan sebagian besar Gaza dan menewaskan ribuan orang, Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata empat hari pada 21 November 2023.
Setelah serangan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang di Israel, pasukan Israel melakukan serangan udara dan darat yang tiada henti, mengakibatkan lebih dari 14.000 warga Palestina tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Selain itu, sekitar 1,7 juta warga Palestina terpaksa mengungsi akibat serangan Israel dan berlindung di wilayah selatan Gaza.
Setelah beberapa pekan negosiasi yang dipimpin Qatar dan beberapa kali hampir mencapai kesepakatan sebelum gagal, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu mengadakan rapat kabinet yang akhirnya menyetujui perjanjian gencatan senjata.
Sekitar 250 sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok Palestina lainnya sejak serangan 7 Oktober 2023 dibebaskan, termasuk 110 sandera Israel. Otoritas Israel juga membebaskan lebih dari 240 tahanan Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Gencatan senjata diperpanjang selama sepekan, namun Netanyahu menegaskan Israel tak menghentikan perang terhadap Gaza dan gencatan senjata ini hanya bersifat sementara. Perang dilanjutkan pada 1 Desember 2023.
Baca juga: Gencatan Senjata di Gaza Resmi Berlaku, Pasukan Israel Tarik Kendaraan dari Rafah
Tekanan Internasional
Ketika perang Israel terhadap Gaza semakin intens, sejumlah protes meledak di seluruh dunia. Para mahasiswa di Amerika Serikat (AS) menggelar protes dan aksi duduk yang menarik perhatian global.
Seiring berjalannya waktu, beberapa negara Eropa secara resmi mengakui negara Palestina, termasuk Irlandia, Spanyol, dan Norwegia.
Afrika Selatan juga mengajukan gugatan genosida terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ), yang kemudian didukung oleh setidaknya 14 negara, termasuk Belgia, Kolombia, Turki, Mesir, Chile, dan Spanyol.
Negosiasi Berlanjut
Pada Mei 2024, saat perang di Gaza memasuki bulan kedelapan, harapan akan tercapainya gencatan senjata semakin besar seiring dengan kemajuan pembicaraan.
Di Kairo, pejabat Mesir dan Qatar bekerja sama dengan AS untuk mencapai kesepakatan. Pada 6 Mei 2024, Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh mengumumkan pihaknya menerima proposal tersebut. Warga Palestina merayakan di jalan-jalan Gaza.
Kesepakatan ini, yang akan dilaksanakan dalam tiga tahap, menyatakan Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel selama 42 hari. Pada fase kedua, pasukan Israel akan mundur sepenuhnya dari Gaza.
Namun, Israel menyatakan pihaknya belum setuju dengan syarat-syarat tersebut, dan tak lama setelah itu, militer Israel melancarkan serangan ke Rafah, Gaza selatan.
Kemudian pada akhir Mei 2024, Presiden AS Joe Biden menyebut Israel telah setuju dengan "proposal gencatan senjata yang berkelanjutan", namun Netanyahu kemudian menolak dan melanjutkan perang.
Baca juga: Kabinet Keamanan Israel Sepakati Gencatan Senjata di Gaza
Perang Lebanon
Israel dan Hizbullah mulai saling menyerang pada 8 Oktober 2023, saat kelompok Lebanon itu mengaku menyerang Israel sebagai bentuk solidaritas dengan Gaza.
Pada 23 September 2024, Israel meningkatkan serangannya ke Lebanon, menewaskan lebih dari 550 orang dalam sehari.
Serangan ini terjadi beberapa hari usai serangan pager dan walkie-talkie, dan beberapa hari sebelum pembunuhan Sekretaris Jenderla (Sekjen) Hizbullah, Hassan Nasrallah. Beberapa hari kemudian, pada 1 Oktober 2024, Israel menginvasi Lebanon selatan.
Analisis dari Hamzé Attar yang diwawancarai Al Jazeera mengatakan, tujuan Israel di Gaza sudah tercapai pada awal 2024, namun perang diperpanjang untuk melancarkan serangan terhadap Hizbullah di Lebanon.
Gencatan senjata diumumkan pada 27 November 2024 yang mengharuskan Hizbullah menarik infrastruktur militernya ke utara Sungai Litani dan tentara Lebanon ditempatkan di Lebanon selatan.
Perjanjian ini juga mengatur militer Israel harus mundur dari Lebanon selatan sebelum masa gencatan senjata 60 hari berakhir. Pasukan Israel masih berada di kota-kota perbatasan dan merusak rumah serta desa-desa sebelum mundur.
Perintah ICJ
Pada November 2024, ICJ mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang di Gaza.
Banyak negara menyatakan akan menghormati keputusan ICJ, meskipun AS menolak putusan tersebut dan beberapa pejabat mengancam pengadilan.
Baca juga: WHO Targetkan 500-600 Truk Bantuan Harian ke Gaza Pascagencatan Senjata
Trump Masuk Arena Politik
Pada 2 Desember 2024, Presiden terpilih AS Donald Trump menulis di media sosial bahwa akan ada “hukuman berat” jika sandera di Gaza tidak dibebaskan sebelum dia menjabat. Dia mengulang permintaan itu lagi di akhir Desember 2024 dan awal Januari 2025.
Negosiasi regional, termasuk gencatan senjata di Gaza dan Lebanon, dilaporkan dikoordinasikan antara pemerintahan Biden dan beberapa pejabat dari pemerintahan baru Trump.
Kesepakatan Dicapai
Pada Rabu (15/1/2025), negosiator dilaporkan mencapai kesepakatan setelah 15 bulan perang yang mengakibatkan puluhan ribu warga Palestina tewas. Beberapa prediksi bahkan menyebut jumlah korban tewas lebih dari 100.000 orang. Rapat kabinet Israel menyetujui kesepakatan pada Sabtu (18/1/2025), meskipun ada penolakan dari para menteri sayap kanan.
Gencatan senjata dijadwalkan dimulai pada pukul 8:30 pagi waktu setempat, Minggu (19/1/2025). Sebelum waktu itu berlaku, Netanyahu mengeluarkan pernyataan gencatan senjata baru akan dimulai setelah Hamas memberikan nama tiga sandera Israel yang pertama akan dibebaskan.
Hamas menyebutkan, penundaan ini dipicu oleh “alasan teknis lapangan”. Setelah Hamas mengungkapkan nama-nama tersebut, gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 11:15 pagi waktu setempat.
Mirip dengan kesepakatan yang diajukan pada Mei 2024, gencatan senjata ini akan diterapkan dalam tiga fase. Fase pertama akan berlangsung selama 42 hari saat pasukan Israel mundur dari Gaza.
Militer Israel juga harus mundur dari area yang padat penduduknya di Gaza, memungkinkan warga Palestina kembali ke lingkungan mereka di seluruh wilayah tersebut, dan memperlancar aliran bantuan kemanusiaan.
PBB dan sederet lembaga internasional lainnya mengkritik Israel yang selama hampir setahun memblokir bantuan ke Gaza. Sepanjang berbagai negosiasi ini, pejabat AS sering menyalahkan Hamas atas kegagalannya menyetujui syarat-syarat gencatan senjata.
Namun, menjelang kesepakatan ini, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengklaim dia kerap kali menggagalkan kesepakatan gencatan senjata dalam 15 bulan terakhir.
Sumber: Aljazeera
- Penulis :
- Khalied Malvino