HOME  ⁄  Internasional

Human Rights Watch: Perang Gaza Ancam Nyawa Ibu Hamil dan Bayi

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Human Rights Watch: Perang Gaza Ancam Nyawa Ibu Hamil dan Bayi
Foto: Yousef al-Najjar, bayi 22 hari, berjuang melawan hipotermia di Rumah Sakit Nasser yang menghadapi keterbatasan fasilitas di Khan Yunis, Gaza, Sabtu (18/1/2025). (Getty Images)

Pantau - Perang selama 15 bulan yang dilancarkan Israel di Gaza, disertai pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan serta serangan terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga medis, telah menimbulkan “bahaya mengancam nyawa” bagi ibu hamil dan bayi baru lahir.

Baca juga: ICHR Kutuk Pembakaran RS Kamal Adwan, Gaza Utara Makin Kritis

Hal ini diungkapkan oleh Human Rights Watch (HRW) dalam laporan terbaru yang dirilis pada Selasa (28/1/2025). Kendati gencatan senjata sedang berlangsung, kondisi yang tidak stabil bagi perempuan di Gaza untuk melahirkan diprediksi tidak akan membaik.

Hal ini dipicu Undang-Undang (UU) baru Israel yang mulai berlaku pekan ini, terkait pembatasan operasional Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). UU itu diprediksi akan memperparah pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah yang sudah hancur tersebut.

HRW menemukan, banyak perempuan di Gaza dipaksa keluar dari rumah sakit yang penuh sesak hanya beberapa jam setelah melahirkan, demi memberi ruang bagi korban perang. Perawatan bayi baru lahir juga sangat terpengaruh.

Seorang dokter di Rumah Sakit Bersalin al-Helal al-Emirati di Rafah mengungkapkan, fasilitas tersebut kekurangan inkubator, sehingga dokter terpaksa menempatkan “empat atau lima bayi dalam satu inkubator”.

“Kebanyakan dari mereka tidak selamat,” tambah dokter tersebut.

Baca juga: Bantuan ke Gaza Seret, Hanya 861 Truk Masuk

Beberapa bayi dilaporkan meninggal akibat kurangnya tempat berlindung di tengah suhu dingin yang ekstrem. Dalam laporan setebal 56 halaman, HRW menyimpulkan bahwa Israel—sebagai kekuatan pendudukan di Gaza—telah melanggar hak-hak perempuan dan remaja perempuan hamil, termasuk hak atas perawatan yang bermartabat selama kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan, serta hak atas perawatan bayi baru lahir.

Laporan tersebut juga menekankan, dua UU yang disahkan oleh Knesset (DPR) Israel tahun lalu dan mulai berlaku nanti berpotensi “memperburuk kerusakan pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir”.

UU ini melarang UNRWA beroperasi di Israel dan Yerusalem Timur yang diduduki, serta melarang pemerintah Israel berhubungan dengan badan tersebut. Akibatnya, UNRWA berpotensi tak bisa memperoleh izin bagi stafnya dan mengirimkan bantuan yang sangat dibutuhkan ke Gaza.

Belkis Wille, Direktur Asosiasi Krisis, Konflik, dan Senjata HRW, mengatakan kepada Al Jazeera, “meskipun gencatan senjata dapat menjadi kesempatan untuk memulihkan sistem kesehatan di Gaza, undang-undang baru yang melarang operasi UNRWA justru dapat memperburuk penderitaan ibu hamil dan bayi baru lahir”.

Menurut laporan itu, hingga Januari 2025, perawatan obstetri dan neonatal darurat hanya tersedia di tujuh dari 18 rumah sakit yang beroperasi sebagian di Gaza, empat dari 11 rumah sakit lapangan, dan satu pusat kesehatan masyarakat.

Baca juga: Nyaris Seribu Truk Bantuan Masuk Gaza, Melebihi Target Gencatan Senjata

Semua fasilitas medis di Gaza menghadapi kondisi “tidak higienis dan penuh sesak”, serta kekurangan pasokan kesehatan esensial, termasuk obat-obatan dan vaksin. Tenaga medis yang “kelaparan, kelelahan, dan terkadang menjadi sasaran serangan militer” berjuang merawat korban serangan sambil menangani kasus penyakit menular yang tak terhitung jumlahnya.

HRW melakukan wawancara dengan perempuan yang hamil selama tinggal di Gaza, tenaga medis Gaza, serta staf medis internasional yang bekerja dengan organisasi kemanusiaan internasional. Hasil wawancara tersebut menggambarkan dampak mengerikan perang terhadap akses perawatan dasar selama kehamilan dan persalinan.

Tak banyak informasi yang tersedia mengenai tingkat kelangsungan hidup bayi baru lahir atau jumlah perempuan yang mengalami komplikasi serius atau meninggal selama kehamilan, persalinan, atau pascapersalinan.

Namun, HRW mengutip kesaksian ahli kesehatan maternitas yang melaporkan tingkat keguguran di Gaza meningkat hingga 300 persen sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.

Laporan PBB juga menyebutkan setidaknya delapan bayi dan bayi baru lahir meninggal karena hipotermia akibat kurangnya tempat berlindung. Perang Israel telah menyebabkan pengungsian besar-besaran sekitar 90 persen penduduk Gaza, banyak di antaranya mengungsi berkali-kali.

Baca juga: UNICEF Desak Dunia untuk Bertindak, Bayi-Bayi Gaza di Ambang Krisis Kemanusiaan

Hal ini membuat ibu hamil hampir tidak mungkin mengakses layanan kesehatan dengan aman. Ibu dan bayi baru lahir juga hampir tidak mendapatkan perawatan pascapersalinan.

Pada akhir Desember 2024, HRW menyimpulkan dalam laporan terpisah bahwa Israel melakukan “tindakan genosida” dengan menolak akses air bersih bagi warga Palestina di Gaza. Laporan tersebut juga menemukan bahwa penggunaan “kelaparan sebagai metode perang” oleh Israel telah menyebabkan kerawanan pangan yang parah.

Ibu hamil menjadi kelompok yang paling terdampak akibat kurangnya akses makanan dan air, dengan konsekuensi serius bagi kesehatan mereka dan perkembangan janin. Banyak ibu hamil melaporkan dehidrasi atau ketidakmampuan untuk membersihkan diri.

“Pelanggaran nyata dan berulang terhadap hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia oleh otoritas Israel di Gaza telah memberikan dampak khusus dan akut pada ibu hamil, remaja perempuan, dan bayi baru lahir,” ungkap Wille.

“Gencatan senjata saja tidak akan mengakhiri kondisi mengerikan ini. Pemerintah dunia harus mendesak Israel untuk memastikan kebutuhan ibu hamil, remaja perempuan, bayi baru lahir, dan mereka yang membutuhkan perawatan kesehatan terpenuhi, "pungkasnya.

Sumber: Al Jazeera

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Khalied Malvino