
Pantau - Pemerintahan Donald Trump berencana menggabungkan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) serta membekukan dana bantuan luar negeri. Langkah ini menuai kritik tajam dari para mantan pejabat, yang memperingatkan dampak global yang serius.
Baca juga: Trump Setuju Bubarkan USAID, Elon Musk Ungkap Alasannya
Dalam wawancara dengan CBS News pada Senin (3/2/2025), mantan Direktur Kesehatan Global USAID, Atul Gawande, menyebut kebijakan ini sebagai "bukan reformasi, tapi penghancuran."
Dia juga menyoroti dampak buruk yang sudah terjadi, termasuk terhentinya pengobatan HIV bagi 20 juta orang dan terganggunya pemantauan penyakit di 49 negara.
Menurut para pakar kesehatan, pemotongan dana bantuan global ini justru mempercepat penyebaran penyakit, yang pada akhirnya juga membahayakan AS karena virus tidak mengenal batas negara.
Pakar kebijakan luar negeri juga memperingatkan kegagalan membantu negara berkembang akan memperburuk kondisi sosial dan meningkatkan arus migrasi ke negara maju, termasuk AS.
Krisis Bantuan: Program Disetop, Staf Dipecat
Mantan kontraktor USAID, Maura Reap mengaku ditugaskan ke Ethiopia untuk mendukung penyintas kekerasan berbasis gender. Namun, dia mendadak dipanggil kembali setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Marco Rubio menyetop program bantuan luar negeri yang baru.
"Itu seperti kecelakaan yang berjalan lambat," ujarnya, seraya mengingat momen ketika dirinya dipecat saat masih dalam penerbangan, sebagaimana dilaporkan CBS News.
Baca juga: AS Hapus 10 Regulasi Lama untuk Tiap Aturan Baru
Presiden Trump dan miliarder Elon Musk, yang ditugaskan oleh Trump untuk efeisiensi anggaran, secara terbuka mengkritik USAID. Musk bahkan menyebut USAID sebagai "tumpukan masalah yang tak bisa diperbaiki."
Namun, Gawande membela misi USAID dengan menegaskan, "Mereka adalah pekerja bantuan bencana dan tenaga kesehatan yang melindungi Amerika di seluruh dunia."
Pemangkasan Anggaran, Perdebatan Politik Memanas
USAID mengelola dana bantuan sebesar US$40 miliar (setara Rp653,96 triliun) pada 2023, menjadikannya sasaran utama Trump dalam upayanya memperkecil pemerintahan. Musk, yang memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah, kini sedang meninjau pemangkasan anggaran.
Namun, Partai Demokrat AS menegaskan perubahan besar seperti ini memerlukan persetujuan Kongres, yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan anggaran negara.
"Memecat para ahli dan menghentikan program tidak membuat kita lebih aman atau lebih kuat," tegas Gawande.
Sementara pemerintahan Trump tetap melanjutkan rencana ini, perdebatan mengenai masa depan USAID pun semakin memanas.
Sumber: Anadolu
- Penulis :
- Khalied Malvino