
Pantau - Ribuan demonstran turun ke jalan di Gwangju pada Sabtu (15/02), tepat di lokasi bersejarah pemberontakan demokratis 18 Mei 1980. Mereka terbagi dalam dua kelompok: satu menentang pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol, sementara yang lain menuntut kepergiannya dari jabatan.
Sekitar 10.000 orang berkumpul di Geumnam-ro, jalan utama kota, dalam sebuah acara doa massal yang diselenggarakan kelompok Kristen konservatif. Mereka menolak pemakzulan Yoon, yang dilakukan akibat upaya darurat militernya pada Desember lalu.
Geumnam-ro memiliki makna historis sebagai simbol perjuangan demokrasi Mei 1980. Saat itu, banyak warga Gwangju menjadi korban tindakan represif militer yang membubarkan demonstrasi menentang junta yang dipimpin Chun Doo-hwan.
Aksi protes ini berlangsung seiring proses persidangan pemakzulan Yoon oleh Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, Yoon ditahan bulan lalu atas tuduhan pemberontakan terkait upaya darurat militernya.
Pendukung Yoon menyerukan pembebasannya segera atau penyelidikan dugaan kecurangan pemilu, yang dijadikan alasan utama Yoon dalam deklarasi darurat militer.
Baca juga: Sidang Pemakzulan Yoon Seok Yeol Masuki Tahap Akhir
Di sisi lain, kelompok yang menuntut pemakzulan Yoon juga berkumpul di Geumnam-ro. Barikade bus polisi dipasang untuk mencegah bentrokan antara kedua kubu.
Menurut penyelenggara, sekitar 20.000 orang menghadiri aksi tersebut. Mereka meneriakkan slogan seperti "Dukung pemakzulan Yoon" dan "Singkirkan kekuatan sayap kanan."
Massa yang mendukung pemakzulan mengecam penggunaan Geumnam-ro oleh pendukung Yoon untuk membela kebijakan darurat militernya.
"Ada pepatah bahwa demokrasi Korea Selatan tumbuh berkat darah Gwangju. Kami tidak bisa menerima pembelaan terhadap darurat militer dan dukungan bagi dalang pemberontakan di tempat bersejarah ini," ujar Hwang Hyun-pil, seorang YouTuber dan pengajar sejarah Korea.
- Penulis :
- Latisha Asharani