Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Trump Kirim Migran Ilegal ke Guantanamo, Hak Hukum Dipertanyakan

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Trump Kirim Migran Ilegal ke Guantanamo, Hak Hukum Dipertanyakan
Foto: Sejumlah migran yang dikirim ke Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo Bay di bawah pemerintahan Donald Trump menghadapi isolasi total tanpa akses komunikasi dan kepastian hukum. (Anadolu)

Pantau - Sejumlah migran yang dikirim ke Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo Bay di bawah pemerintahan Donald Trump menghadapi isolasi total tanpa akses komunikasi dan kepastian hukum.

Baca juga:
Tiga Tahanan Venezuela Batal Dikirim ke Guantanamo Bay

Menurut pengacara hak asasi manusia (HAM) di Amerika Serikat (AS), para migran tersebut tidak memiliki kesempatan untuk menghubungi keluarga maupun pengacara mereka.

"Saat ini, tidak ada yang bisa mengakses atau berkomunikasi dengan migran yang ditahan di Guantanamo," kata Shayana Kadidal, pengacara senior di Center for Constitutional Rights, seperti dikutip oleh Anadolu.  

Kebijakan ini bermula ketika Trump, pada Januari 2025, memerintahkan pembangunan kamp tahanan di Guantanamo Bay yang dapat menampung hingga 30 ribu imigran ilegal yang dianggap sebagai ancaman bagi rakyat AS.  

Sebagai tindak lanjut, Gedung Putih mulai mengangkut para migran tanpa dokumen—yang dilabeli sebagai "berbahaya" dan "kriminal"—ke fasilitas tersebut sebagai bagian dari kebijakan deportasi massal. Kelompok pertama telah tiba di Guantanamo pada 5 Februari 2025.

Menurut Kementerian Pertahanan (Kemhan) AS, hingga Januari 2025, pusat penahanan Guantanamo yang sebelumnya telah memindahkan lebih dari 700 tahanan ke negara lain, kini menampung 15 orang.  

Para migran ditempatkan di dua fasilitas utama, yakni Camp VI, yang sebelumnya digunakan untuk tahanan pasca-9/11, serta Migrant Operations Center (MOC), yang selama tiga dekade terakhir menjadi tempat penahanan bagi migran Kuba dan Haiti yang ditangkap di laut.

Kadidal menegaskan hak hukum para migran seharusnya tetap berlaku, meskipun mereka dikirim ke Guantanamo.

"Hak hukum yang mereka miliki saat ditahan di AS seharusnya tetap berlaku di Guantanamo, termasuk hak untuk menantang penahanan atau kondisi mereka di pengadilan federal," ujar Kadidal.

Namun, pemerintahan Trump berpotensi mengklaim bahwa para migran ini "sudah dideportasi," sehingga tidak lagi memiliki hak hukum di AS.

Baca juga:
Rencana Trump Sulap Guantanamo Bay jadi Kamp Migran Tuai Kritikan

Kasus ini mengingatkan pada praktik penahanan kontroversial di Guantanamo sejak 2002, di mana para tahanan kerap ditahan tanpa proses hukum yang jelas.

Kadidal bahkan mengungkapkan keluarga para tahanan tidak memiliki informasi apapun tentang kondisi mereka.  

"Kami telah mengajukan gugatan untuk tiga keluarga yang kerabatnya ditahan di sana, tetapi mereka belum mendengar kabar sedikit pun. Tidak ada dokumentasi tentang apa yang terjadi di dalam," jelasnya.  

Sementara itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengklaim para tahanan di Migrant Operations Center diberi hak satu jam panggilan telepon gratis per bulan. Namun, belum ada laporan yang membuktikan fasilitas tersebut benar-benar bisa diakses.  

Selain itu, meskipun pemerintah AS menegaskan tidak ada anak-anak yang dikirim ke Guantanamo, belum ada kejelasan apakah perempuan juga dikecualikan. Saat ini, seluruh tahanan yang dikirim ke sana adalah laki-laki.

"Kami percaya hukum harus tetap berlaku di mana pun bendera Amerika berkibar. Setiap tempat yang dikendalikan penuh oleh AS seharusnya menerapkan hukum Amerika," tegas Kadidal.

Guantanamo, yang didirikan pada 2002 sebagai bagian dari "perang global melawan teror," telah lama dikritik karena pelanggaran HAM, termasuk penyiksaan dan penahanan tanpa batas waktu.

Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Pete Hegseth, dijadwalkan mengunjungi pangkalan militer Guantanamo Bay pada Selasa (25/2/2025), dalam kunjungan pertamanya sejak menjabat Januari 2025.  ANADOLU

Penulis :
Khalied Malvino