Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Demi Apa, Manusia Sehat Rela Ditularkan Virus COVID-19

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Demi Apa, Manusia Sehat Rela Ditularkan Virus COVID-19

Pantau.com - Robert Hatfield menawarkan diri kepada ilmuwan untuk menularkan COVID-19 kepadanya demi membantu penelitian dunia, tapi ia belum memberitahu keluarganya.

"Mereka tidak tahu. (Tapi) menurut saya mereka akan bangga," ujarnya, seperti dilansir dari ABC News, Kamis (22/10/2020).

Pembuat coklat asal London Utara ini telah mendaftarkan diri dalam "studi tantangan" yang dengan sengaja menularkan virus kepada peserta untuk mengetahui kekuatan virus tersebut sekaligus mengetes vaksin. Menurutnya, upaya ilmiah tersebut "cukup menakutkan", namun mengatakan ingin terlibat. "Ini adalah kekhawatiran nomor satu di benak setiap manusia," kata Robert.

"Kalau saya merasa bisa melakukan sesuatu, dan bisa menolong, maka saya dengan senang hati mau melakukannya."

Baca juga: Yunani Catat Rekor Harian COVID-19, Kaum Muda Jadi Penyumbang Terbesar

Bagaimana caranya peserta akan 'ditularkan' COVID?


Sukarelawan yang bersedia akan ditularkan virus corona dalam penelitian yang akan dilakukan Januari tahun depan. (Foto: Reuters/Athit Perawongmetha via ABC News)

Peserta berusia 18 sampai 30 tahun yang dalam kondisi prima telah direkrut oleh tim peneliti dari Imperial College London.

Bila memenuhi kriteria kesehatan dan kecocokan, mereka akan menginap di klinik selama dua minggu di bulan Januari, sehingga kondisinya dapat diamati dengan seksama.

Peter Openshaw, profesor Pengobatan Eksperimental di Imperial College, mengatakan cara pemindahan virusnya sangatlah sederhana. "Virusnya akan diberikan dalam bentuk tetes hidung," katanya.

"Kami akan terus memantau 'viral load' [muatan virus], hampir setiap jam, dan melihat kapan kami dapat mendeteksi virus yang meriplikasi diri dalam hidung."

Profesor Peter mengatakan penelitian ini akan membantu menemukan vaksin COVID-19. Selain itu, penelitian tersebut juga akan membantu menguji obat anti virus yang diberikan kepada pasien di tahap awal perawatan.

Dengan secara sengaja menularkan virus kepada relawan, ilmuwan tidak perlu menunggu seseorang 'tertular virus' di komunitas, sehingga mempercepat proses penelitian.

"(Penelitian ini) sangatlah signifikan. Ini akan jadi percobaan pertama sejenisnya di dunia," kata Profesor Peter. "Banyak pihak lain yang sudah berdiskusi untuk melakukan penelitian ini namun menurut saya dukungan masyarakat untuk penelitian ini sangatlah kuat di Inggris."

Apakah berisiko?


Robert Hatfield telah bersedia untuk mengambil bagian dalam penelitian COVID-19 di Inggris. (Foto: via ABC News)

Robert Hatfield mengaku paham apa yang mungkin terjadi jika ia terpilih menjadi salah satu peserta percobaan.

"COVID bukan flu. Penyakit ini lebih intensif, lebih rumit. Saya tahu suhu badan akan meningkat, tenggorokan sakit, dan mungkin seluruh tubuh akan nyeri," kata dia.

Tapi, ia mengatakan tidak akan terkena penyakit "yang mengancam jiwa" dari percobaan ini. "Ini mungkin adalah cara terbaik tertular virus karena kami akan diamati setiap waktu," katanya.

"Kami tidak akan menularkannya pada siapapun, selain itu juga diawasi oleh pihak yang kompeten."

Profesor Peter mengatakan sukarelawan hanya akan diberikan virus dalam dosis rendah untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan. "Tujuan akhir penelitian ini bukanlah agar [sukarelawan] demam tinggi atau hipoksia, dan sebagainya," katanya.

"Kami berharap hal ini tidak terjadi karena kami berhati-hati dan menmberikan dosis rendah."

Bagaimana dengan dampak jangka panjang?


Ilustrasi COVID-19. (Pixabay)

Dampak jangka panjang penularan COVID-19 masih tidak jelas. Walau kebanyakan pasien cepat pulih keadaannya, banyak juga yang melaporkan gejalanya bertahan selama berbulan-bulan.

Penelitian ini masih membutuhkan persetujuan resmi sebelum dapat dimulai Januari mendatang, namun Pemerintah Inggris telah berjanji untuk menggelontorkan dana sebesar $60 juta poundsterling.

Julian Savulescu, ahli filsafat dan bioetika di Oxford University, mengatakan sebuah pertanyaan terkait etika perlu dipertimbangkan. "Studi tantangan pada umumnya berisiko karena mereka menularkan virus ke orang lain," katanya kepada ABC.

Baca juga: CDC China Ungkap Kemasan Makanan Beku Dapat Tularkan COVID-19

Vaksin COVID Inggris


Akademisi di Inggris mengatakan sebagaimana sehatnya sukarelawan, tetap ada risiko kematian dalam penelitian ini. (Foto: Reuters via ABC News)

Namun, menurutnya, sukarelawan yang sehat dapat mempertimbangkan sendiri risiko yang ada.

"Dalam hal ini, tidak ada obat yang sempurna. Masih ada risiko dan bisa saja ada yang meninggal."

Selain itu, menolak sukarelawan yang bersedia juga dinilai tidak etis. "Ada orang yang mau memberikan ginjal mereka ke orang asing dan ada juga yang mau mengorbankan nyawa untuk negara mereka," ucap Profesor Julian.

"Menurut saya masuk akal saja membiarkan orang untuk bersikap altruistik, terutama bila pengorbanan mereka dapat menyelamatkan ratusan bahkan ribuan nyawa di waktu mendatang."

Penulis :
Widji Ananta