
Pantau.com - Baru-baru ini, viral sebuah unggahan video di media sosial Twitter yang menunjukkan seorang pria yang diduga tengah melakukan masturbasi di dalam kereta Commuter Line Jabodetabek.
Aksi meresahkan yang dilakukan pria tersebut diduga karena ia mengidap gangguan eksibisionis.
Gangguan eksibisionis adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan dorongan, fantasi, atau tindakan mengekspos alat kelaminnya kepada orang-orang yang tidak setuju untuk melihatnya, terutama orang asing.
Orang dengan gangguan eksibisionis bisa saja memiliki preferensi untuk menunjukkan alat kelamin mereka kepada anak-anak praremaja, orang dewasa, atau bahkan keduanya.
Mereka merasa semakin bergairah secara seksual ketika diamati orang lain ketika melakukan aktivitas seksual.
Prang eksibisionis senang ketika korbannya terkejut ketika mereka memamerkan alat kelaminnya. Namun, gangguan ini umumnya hanya sekedar memperlihatkan alat kelaminnya tanpa kontak seksual. Biasanya, pelaku melakukan masturbasi sambil memamerkan alat kelaminnya kepada korban.
Melansir dari MSD Manuals, gangguan eksibisionis ini biasanya dimulai di masa remaja. Orang-orang dengan gangguan ini diketahui kebanyakan sudah menikah, namun pernikahannya tidak membuatnya bahagia, sehingga mereka melampiaskannya ke orang lain.
Terdapat berbagai faktor yang menjadi penyebab seseorang menderita gangguan eksibisionis. Seperti pernag menjadi korban pelecehan seksual ataupun emosional di masa kecilnya. Selain itu, gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol hingga kecenderungan pedofilia juga menjadi faktor seseorang mengidap gangguan eksibisionis.
Melansir dari sehatq.com, seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:
Ada harapan terhadap pelaku ini, karena perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia.
Adapun cara pengobatan gangguan eksibisionis ini antara lain:
Terapi perilaku kognitif dapat mengobati gangguan eksibisionis, menurut penelitian.
Pelatihan-pelatihan seperti relaksasi, empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis) dapat diterapkan dalam mengobati pengidap gangguan ini.
Selain itu, obat untuk mengurangi depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) juga dapat digunakan untuk mengobati gangguan ini karena dapat mengurangi hasrat seksual.
Selain psikoterapi dan obat-obatan, konseling kelompok juga dapat menjadi pilihan dalam mengobati gangguan eksibisionis.
Dengan melibatkan orang-orang yang mengidap gangguan serupa hingga pekerja kesehatan mental, konseling kelompok bisa membuat para pelaku saling mendukung untuk berhenti dari melakukan kebiasaan buruk tersebut.
Aksi meresahkan yang dilakukan pria tersebut diduga karena ia mengidap gangguan eksibisionis.
Gangguan eksibisionis adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan dorongan, fantasi, atau tindakan mengekspos alat kelaminnya kepada orang-orang yang tidak setuju untuk melihatnya, terutama orang asing.
Orang dengan gangguan eksibisionis bisa saja memiliki preferensi untuk menunjukkan alat kelamin mereka kepada anak-anak praremaja, orang dewasa, atau bahkan keduanya.
Mereka merasa semakin bergairah secara seksual ketika diamati orang lain ketika melakukan aktivitas seksual.
Prang eksibisionis senang ketika korbannya terkejut ketika mereka memamerkan alat kelaminnya. Namun, gangguan ini umumnya hanya sekedar memperlihatkan alat kelaminnya tanpa kontak seksual. Biasanya, pelaku melakukan masturbasi sambil memamerkan alat kelaminnya kepada korban.
Melansir dari MSD Manuals, gangguan eksibisionis ini biasanya dimulai di masa remaja. Orang-orang dengan gangguan ini diketahui kebanyakan sudah menikah, namun pernikahannya tidak membuatnya bahagia, sehingga mereka melampiaskannya ke orang lain.
Faktor eksibisionis
Terdapat berbagai faktor yang menjadi penyebab seseorang menderita gangguan eksibisionis. Seperti pernag menjadi korban pelecehan seksual ataupun emosional di masa kecilnya. Selain itu, gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol hingga kecenderungan pedofilia juga menjadi faktor seseorang mengidap gangguan eksibisionis.
Melansir dari sehatq.com, seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:
- Memiliki fantasi, dorongan atau perilaku yang berulang untuk meningkatkan gairah seksual dengan memperlihatkan alat kelamin pada orang asing setidaknya selama 6 bulan.
- Merasa sangat tertekan atas dorongan untuk melakukan perilaku tersebut sehingga tak dapat menjalani kehidupannnya dengan baik (termasuk dalam keluarga, lingkungan, ataupun pekerjaan).
Ada harapan terhadap pelaku ini, karena perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia.
Adapun cara pengobatan gangguan eksibisionis ini antara lain:
Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif dapat mengobati gangguan eksibisionis, menurut penelitian.
Pelatihan-pelatihan seperti relaksasi, empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis) dapat diterapkan dalam mengobati pengidap gangguan ini.
Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menghambat hormon seksual seperti leuprolide dan medroxyprogesterone asetat dapat digunakan untuk mengobati gangguan eksibisionis, namun tentu dengan persetujuan dokter.
Selain itu, obat untuk mengurangi depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) juga dapat digunakan untuk mengobati gangguan ini karena dapat mengurangi hasrat seksual.
Konseling Kelompok
Selain psikoterapi dan obat-obatan, konseling kelompok juga dapat menjadi pilihan dalam mengobati gangguan eksibisionis.
Dengan melibatkan orang-orang yang mengidap gangguan serupa hingga pekerja kesehatan mental, konseling kelompok bisa membuat para pelaku saling mendukung untuk berhenti dari melakukan kebiasaan buruk tersebut.
- Penulis :
- St Fatiha Sakinah Ramadhani