
Pantau - Kualitas tidur bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang. Bukti terbaru mengungkap, kualitas tidur yang buruk berperan dalam peningkatan risiko demensia.
Penggunaan obat tidur dan kemampuan untuk tertidur dengan cepat (sleep-initiation insomnia) dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia selama periode 10 tahun, menurut para peneliti. Sedangkan, mengalami kesulitan tidur kembali setelah menunggu (sleep-maintenance insomnia) sangat berkaitan dengan pengurangan risiko demensia.
Temuan itu penting karena menjadi studi pertama yang menguji hubungan antara risiko demensia dan gangguan tidur jangka panjang pada sampel orang dewasa yang lebih tua di Amerika Serikat (AS). Kesimpulannya patut diperhatikan dan cocok dengan penelitian yang menggunakan sampel lebih kecil.
"Setelah membaca literatur yang ada, saya terkejut melihat temuan campuran tentang hubungan tidur-demensia. Jadi, saya memutuskan untuk menyelidiki topik ini," kata Roger Wong, ilmuwan kesehatan masyarakat di State University of New York Upstate Medical University, dikutip Science Alert, Minggu (12/3/2023).
Hubungan yang paling dramatis adalah dengan insomnia awal tidur, dengan mereka yang melaporkannya, memiliki risiko demensia 51 persen lebih tinggi. Para peneliti mencatat, peningkatan itu berkurang ketika faktor sosiodemografi dan kesehatan dipertimbangkan. Namun, sampai pada titik itu, tidak lagi signifikan secara statistik.
Untuk penggunaan obat tidur, statistik menunjukkan, peningkatan risiko demensia sebesar 30 persen (setelah sosiodemografi, tetapi sebelum penyesuaian kesehatan). Di sisi lain, ada 40 persen penurunan risiko demensia, setelah variabel sosiodemografi dan kesehatan diperhitungkan, untuk insomnia pemeliharaan tidur.
- Penulis :
- Annisa Indri Lestari