
Pantau - Menjalani kehidupan tidak bisa jauh dari stres, setiap orang mempunyai cara berbeda untuk mengatasinya. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk merasa lebih baik adalah pelakan tulus dengan orang yang sedang stres.
Psychology Today dilansir Antara Rabu (21/2/2024), menyebut meski banyak orang setuju bahwa pelukan membantu ketika mereka merasa stres, tidak banyak diketahui secara biopsikologis bagaimana pelukan secara tepat memengaruhi respons stres.
Oleh karena itu, sebuah studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health berfokus pada penyelidikan dasar biopsikologis bagaimana pelukan mengatur stres (Romney dan rekan, 2023).
Seorang Ilmuwan Chelsea E. Romney dari Departemen Psikologi Universitas Brigham Young di Provo, Utah, mengungkapkan penelitian menggunakan teknik Ecological Momentary Assessment (EMA) untuk bertanya kepada relawan tentang kebiasaan memeluk mereka.
Secara keseluruhan ada 112 mahasiswa relawan yang berpartisipasi dalam studi tersebut. Untuk menilai kebiasaan berpelukan dilakukan dengan cara mengirim 5 pesan teks menanyakan apakah mereka berpelukan atau tidak dalam waktu 3 jam pada 3 hari berbeda. Lalu, mereka juga memberikan informasi tentang kebiasaan berpelukan maksimal 15 kali.
Setelah bangun tidur dan 30 menit kemudian, diberikan alat pengambilan sampel dan instruksi untuk memberikan sampel air liur untuk mengukur hormon stres. Hal ini berguna untuk menentukan kadar kortisol. Diketahui, kortisol merupakan salah satu hormon stres terpenting pada manusia.
Lebih lanjut, dengan membandingkan sampel air liur yang diambil segera dengan air liur (saliva) yang diambil 30 menit setelah bangun tidur, maka ditentukan respons peningkatan kortisol (Cortisol Awakening Response atau CAR).
Kortisol tidak dilepaskan secara merata sepanjang hari 24 jam, tetapi biasanya memiliki tingkat rendah di malam hari yang naik dengan cepat di pagi hari, itulah mengapa ilmuwan sering mengukurnya di pagi hari.
Dalam studinya, para ilmuwan menemukan hubungan menarik antara frekuensi berpelukan dan CAR. Rata-rata, para relawan melaporkan bahwa mereka berpelukan sekitar 15 persen dari interval 3 jam saat data dikumpulkan.
Bahkan, relawan yang melaporkan lebih banyak pelukan di EMA menunjukkan CAR yang lebih rendah secara signifikan keesokan paginya, dibandingkan orang yang melaporkan lebih sedikit pelukan.
Selain itu, efek ini juga tetap stabil ketika para ilmuwan mengontrol secara statistik jenis kelamin biologis dan jumlah rata-rata pelukan yang diterima seseorang.
Dengan begitu pelukan dapat mengrangi tingkat hormon stres keesokan paginya. Para ilmuwan menyarankan bahwa pelukan dapat bertindak sebagai sinyal keamanan biologis. Seseorang yang sering dipeluk dapat mengurangi antisipasi stres di keesokan hari, sehingga berdampak pada rendahnya CAR.
(Laporan: Jihan Susmita Dewi)
- Penulis :
- Firdha Riris