
Pantau - Sidang Istimewa oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pertama kali digelar pada tahun 1967 setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September.
Pasca G30S, masyarakat Indonesia mulai kehilangan kepercayaan terhadap Soekarno karena dianggap tidak mampu mengendalikan keamanan, terutama setelah pidato pertanggungjawabannya di depan MPRS yang berjudul Nawaksara dibacakan.
Pidato Nawaksara tersebut dibacakan di hadapan MPRS pada tanggal 22 Juni 1966. Namun, sayangnya, pidato ini ditolak karena dinilai cenderung memberikan amanat, bukan pertanggungjawaban sebagaimana yang diminta oleh MPRS.
Selain itu, dalam Nawaksara tersebut juga tidak disinggung mengenai G30S. Sebagai tindak lanjut terhadap ketidaksempurnaan pidato ini, dilangsungkan Sidang Umum MPRS pada tahun 1967.
Melalui sidang ini, MPRS meminta Soekarno untuk memperbaiki pidato pertanggungjawabannya, yang kemudian direspons dengan pidato yang berjudul 'Pelengkap Nawaksara'.
Namun, pidato pertanggungjawaban Soekarno kembali ditolak oleh MPR, sehingga diputuskan bahwa pada tanggal 7 Maret 1967 akan diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS.
Hasil dari Sidang Istimewa MPRS 1967 adalah penurunan Soekarno dari jabatannya sebagai presiden dan penggantinya oleh Soeharto sebagai pejabat presiden.
Selanjutnya, hasil sidang istimewa tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 yang telah ditetapkan oleh Sidang Istimewa MPRS, antara lain:
- Presiden Soekarno dinyatakan tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konstitusional.
- Presiden Soekarno dinyatakan tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS.
- Larangan bagi Presiden Soekarno untuk melakukan kegiatan politik hingga pemilihan umum yang akan datang, serta pencabutan mandat MPRS dari Presiden Soekarno beserta segala kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam UUD 1945.
- Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX sebagai Pejabat Presiden.
- Pejabat Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPRS.
- Penyelesaian hukum terhadap Soekarno dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum guna menegakkan hukum dan keadilan.
- Penulis :
- Aditya Andreas