
Pantau - Beberapa hari yang lalu terkuak eksperimen sosial yang dilakukan oleh akun tiktok @dino_wakkjess yang menyoroti sebuah fenomena dimana siswa dari berbagai sekolah dan kelompok umur diberikan pertanyaan umum seperti apa itu kepanjangan dari MPR dan apa ibu kota Jawa Timur. Namun, sangat disayangkan banyak siswa-siswi tidak mengetahui pengetahuan umum tersebut.
Persoalan ini juga sempat disinggung oleh Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang mengkritik kurikulum terkait sistem pendidikan di Indonesia.
Melansir dari Kompas.com Martadi wakil rektor bidang IV Universitas Negeri Surabaya Jawa Timur mengatakan bahwa ini merupakan permasalahan yang serius dan perlu dijadikan refleksi untuk pembenahan sistem pendidikan di Indonesia.
“Harus kita cek kembali pada kurikulum yang ada, pengetahuan umum yang seharusnya dengan mudah mereka jawab pengetahuan justru tidak mereka ketahui maka dari itu perlu adanya refleksi dari kurikulum dan cara pembelajaran sistem pendidikan kita,” kata martadi.
Baca juga: JK Harap Mendikbud Mendatang Ngerti Pendidikan dengan Baik
Martadi juga menambahkan bahwa anak-anak Indonesia harus mengenal negaranya sendiri sebelum mengenal negara luar, “Miris ketika kita melihat anak-anak saat ini justru lebih mengenal negeri luar dibandingkan negaranya sendiri, sebenarnya boleh saja mengenal dunia luar tapi pahami dulu negerinya,” ungkap Martadi.
Pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah bagaimana kurikulum dan sistem pendidikan yang terbaik untuk generasi bangsa Indonesia? Nah, disinilah peran Taksonomi bloom menjadi sangat penting.
Taksonomi bloom diperkenalkan oleh Benjamin Bloom serta rekannya Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl. Menurutnya Taksonomi merupakan kerangka/hierarki konsep yang mengidentifikasi kemampuan terkait kognitif mulai dari tingkatan yang rendah hingga yang paling tinggi.
Dalam Taksonomi Bloom pendidikan terbagi menjadi tiga domain, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Pada ranah kognitif, diharapkan para siswa dapat memahami semua aspek yang berhubungan dengan perspektif, pikiran dan kemampuan dalam mengingat informasi yang kemudian menjadi nilai pengetahuan baru dalam memecah masalah.
Baca juga: LaNyalla: Pendidikan Jadi Kunci, Indonesia Harus Belajar dari Korsel
Dalam konteks pendidikan Indonesia, ranah kognitif harusnya tidak hanya mencakup hafalan atau sekadar mengingat informasi, tetapi juga kemampuan siswa untuk mengaplikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Sayangnya, eksperimen sosial yang dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan dasar seperti pengetahuan umum sering kali terabaikan.
Pada ranah afektif, diharapkan siswa dapat memberikan evaluasi dasar atas ilmu yang didapatkan sebelumnya pada ranah kognitif. Menurut Anita E. Woolfolk tujuan dari ranah afektif adalah untuk menggugah emosional siswa dan ikut berpikir aktif dalam mengevaluasi kegiatan belajar, sehingga diharapkan mereka bisa mengelola emosi dan krits dalam mengambil keputusan.
Apapun mata pelajaran yang diajarkan selalu mengarah kepada dua ranah tersebut. Pada ranah terakhir yaitu psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan (skill), diharapkan siswa dapat mengimplementasikan kemampuannya secara teori kedalam bentuk praktik sehingga menunjukkan tingkat keahlian seorang siswa secara nyata.
Baca juga: Ahli Pendidikan di Stanford: Bukan Sekolah Mahal, Ini Rahasia Anak Pintar
Taksonomi Bloom Sebagai Bahan Referensi Tenaga Pengajar
Selain berguna sebagai rujukan siswa Taksonomi Bloom juga dapat dimanfaatkan oleh tenaga pengajar dalam merancang pembelajaran yang lebih berorientasi pada tujuan. Sehingga siswa tidak hanya berfokus pada hafalan, tetapi juga pada pemahaman mendalam dan pengaplikasian pengetahuan.
Penerapan ranah afektif juga penting untuk membangun kesadaran akan pentingnya pengetahuan lokal dan nasional, sehingga siswa tidak hanya mengenal budaya luar, tetapi juga memahami identitas mereka sendiri sebagai warga negara Indonesia.
Kesimpulan
Eksperimen sosial yang mengungkap minimnya pengetahuan umum siswa Indonesia menjadi cermin penting bagi dunia pendidikan kita. Taksonomi Bloom mungkin sudah diterapkan oleh beberapa lingkungan pendidikan di Indonesia namun yang menjadi permasalahan adalah belum meratanya metode ini diberbagai wilayah. Diharapkan pendekatan ini dapat membantu memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia dengan menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan menerapkan taksonomi bloom secara lebih sistematis dalam kurikulum, kita dapat berharap agar siswa Indonesia tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga mampu berpikir kritis, memiliki sikap positif, dan terampil dalam menghadapi tantangan di dunia nyata.
Laporan: Bayu Aji Pamungkas
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani