Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Jejak Budaya: Mengungkap Keunikan Adat Istiadat di Sumatera Utara

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Jejak Budaya: Mengungkap Keunikan Adat Istiadat di Sumatera Utara
Foto: Upacara Sipaha Lima (indonesia.go.id)

Pantau - Sumatera Utara sebuah provinsi di ujung utara Pulau Sumatera, Indonesia merupakan surga bagi para pencinta alam dan budaya. Keberagaman etnis yang mendiami wilayah ini melahirkan ragam adat istiadat yang unik dan menarik. Melalui adat istiadatnya, masyarakat Sumatera Utara menjaga warisan leluhur dan memperkuat identitas budaya mereka.

Sumatera Utara dengan kekayaan budaya yang begitu beragam, menghadapi tantangan besar dalam melestarikan adat istiadatnya di tengah derasnya arus modernisasi. Perpaduan antara tradisi leluhur dan pengaruh global telah membentuk dinamika yang unik dalam kehidupan masyarakat Sumatera Utara. Namun, semangat masyarakat untuk melestarikan warisan budaya tetap menyala. Artikel ini akan mengupas adat istiadat di Sumatera Utara yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.

Upacara Sipaha Lima 

Upacara Sipaha Lima adalah sebuah ritual sakral yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat Batak, khususnya bagi mereka yang menganut kepercayaan Parmalim. Upacara ini dilaksanakan sebagai bentuk syukur kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) atas segala berkat dan rezeki yang telah diberikan sepanjang tahun.

Baca juga: 15 Contoh Akulturasi Budaya yang Memperkaya Kehidupan Kita

Inti dari upacara ini adalah ungkapan rasa syukur yang mendalam atas hasil panen, kesehatan, dan keberkahan yang telah diterima. Selain itu, upacara ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur sebagai penjaga tradisi dan nilai-nilai luhur masyarakat Batak.

Upacara Sipaha Lima berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan berbagai rangkaian kegiatan seperti doa bersama, persembahan hingga pesta adat. Simbolisme dalam Upacara Sipaha Lima meliputi:

  • Kerbau: Hewan kerbau melambangkan kekuatan, kesuburan, dan kemakmuran.
  • Makanan: Makanan yang disajikan memiliki makna simbolis, seperti nasi yang melambangkan kehidupan dan ubi jalar yang melambangkan kesuburan tanah.
  • Tarian Tor-tor: Tarian Tor-tor yang dibawakan dalam upacara ini mengandung pesan-pesan moral dan nilai-nilai luhur.
     

Kenduri Laut

Kenduri Laut adalah upacara adat yang sangat penting bagi masyarakat pesisir Sumatera Utara, Tapanuli Tengah khususnya bagi mereka yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada roh laut dan sebagai bentuk syukur atas rezeki yang melimpah dari hasil melaut.

Baca juga: Batik dan Ebru Suguhkan Kesan Mendalam tentang Budaya Indonesia dan Türkiye

Masyarakat pesisir percaya bahwa laut adalah sumber kehidupan dan memiliki kekuatan gaib yang perlu dihormati. Kenduri Laut dilakukan untuk memohon perlindungan dan berkah dari roh laut agar selalu diberikan keselamatan saat melaut dan hasil tangkapan yang melimpah. Masyarakat berharap dengan mengadakan kenduri, rezeki mereka akan semakin berlimpah di masa mendatang. Kenduri Laut juga  menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan di antara sesama nelayan dan masyarakat pesisir.

Manggokkal Holi

Manggokkal Holi adalah sebuah upacara adat yang sangat sakral dan unik bagi masyarakat Batak Toba, Sumatera Utara. Upacara ini melibatkan prosesi menggali kembali makam (udean) untuk mengumpulkan tulang belulang (holi-holi) dan menempatkannya ke dalam bangunan tugu (simin) yang lebih layak. Tujuan utama dari upacara ini adalah untuk menghormati dan mengingat jasa-jasa leluhur. Dengan memindahkan tulang belulang ke tempat yang lebih baik, dianggap sebagai bentuk penghargaan tertinggi kepada orang yang sudah meninggal. Dipercaya bahwa dengan melakukan upacara ini, roh leluhur akan merasa tenang dan jiwa keturunannya akan menjadi lebih bersih.

Tari Sigale-Gale

Salah satu tarian tradisional yang paling terkenal di Sumatera Utara, khususnya di Pulau Samosir yaitu tari sigale-gale. Tarian ini begitu unik karena menampilkan sebuah boneka kayu berbentuk manusia yang dapat digerakkan layaknya penari sungguhan. Gerakan boneka Sigale-Gale yang lincah dan ekspresif, diiringi oleh musik gondang yang merdu, telah memukau banyak orang dan menjadi ikon pariwisata Sumatera Utara.

Baca juga: Warisan Budaya Dunia, Jokowi Ajak Masyarakat Kenakan Batik dengan Bangga

Tari Sigale-Gale menceritakan tentang seorang raja yang memiliki putra tunggal yang sangat pandai menari. Namun, sang pangeran meninggal dunia secara tragis. Sang raja yang sangat sedih kemudian membuat patung kayu menyerupai putranya dan meminta para penari untuk menggerakkannya sambil menari.

Ciri khas tari sigale-gale yaitu: 

  • Boneka Sigale-Gale yang terbuat dari kayu dan memiliki ukuran yang cukup besar. Wajahnya biasanya dicat dengan warna cerah dan mengenakan pakaian adat Batak.
  • Tari Sigale-Gale diiringi oleh musik gondang yang terdiri dari berbagai macam alat musik tradisional Batak, seperti gong, gendang, dan suling.
  • Gerakan tarian Sigale-Gale sangat ekspresif dan bervariasi, mengikuti irama musik gondang. Penari yang menggerakkan boneka Sigale-Gale harus memiliki keterampilan dan ketepatan yang tinggi.

Upacara Gundala-Gundala

Upacara gundala-gundala adalah sebuah tradisi tarian yang berasal dari suku Karo, Sumatera Utara. Tarian ini memiliki makna spiritual yang mendalam dan diyakini memiliki kekuatan untuk memanggil hujan, terutama saat musim kemarau panjang melanda. Konon, tradisi ini bermula dari kisah Raja Sibayak yang bertemu dengan burung raksasa bernama Gurda Gurdi. Burung tersebut ternyata adalah jelmaan seorang petapa sakti. Raja Sibayak kemudian membawa Gurda Gurdi pulang untuk menjaga anaknya.

Tarian ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan formasi gerak yang dinamis. Gerakan-gerakannya mengikuti irama musik tradisional Karo yang lembut dan mendayu-dayu. Biasanya penari gundala-gundala akan mengenakan topeng kayu dan kostum berwarna putih. Upacara gundala-gundala biasanya dilakukan saat musim kemarau panjang melanda. Masyarakat berharap dengan tarian ini, hujan akan segera turun dan memulihkan kesuburan tanah.

Baca juga: Menelusuri Kekayaan Budaya di Museum Etnobotani atau Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia

Upacara Fahombo

Upacara ini dikenal secara luas karena melibatkan aksi melompati batu dengan ketinggian tertentu sebagai simbol peralihan seorang anak laki-laki menjadi dewasa. Upacara ini juga merupakan ujian keberanian dan kekuatan fisik. Kemampuan untuk melompati batu yang tinggi menunjukkan bahwa pemuda tersebut memiliki keberanian yang cukup untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan berhasil melompati batu, seorang anak laki-laki dianggap telah siap secara fisik dan mental untuk menjalankan peran sebagai seorang laki-laki dewasa.

Upacara fahombo menjadi atraksi yang populer dan diminati banyak wisatawan lokal maupun mancanegara sebagai pertunjukan olahraga. Saking populernya, tradisi fahombo bahkan pernah diabadikan pada uang kertas pecahan Rp1.000.

Bagi para wisatawan, Sumatera Utara adalah destinasi yang kaya akan pengalaman budaya. Dengan menyaksikan langsung upacara-upacara adat seperti Fahombo, kita dapat merasakan langsung semangat dan kehangatan masyarakat setempat. Mari kita jadikan Sumatera Utara sebagai tujuan wisata budaya yang menarik dan berkesan.

Laporan: Laury Kaniasti

Penulis :
Latisha Asharani