
Pantau - Mappalili, atau yang juga dikenal dengan nama Palili, adalah sebuah upacara adat yang digelar setiap tahun, khususnya pada saat musim tanam padi dimulai. Masyarakat Labakkang, yang terletak di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, secara rutin melaksanakan upacara ini. Sebagai ritual adat yang masih tetap dilestarikan hingga kini, Mappalili memiliki daya tarik yang luar biasa baik bagi masyarakat setempat maupun pengunjung dari luar daerah. Selain tokoh-tokoh masyarakat, acara ini juga kerap dihadiri oleh Bupati Kabupaten Pangkep, serta ramai diikuti oleh kalangan remaja.
Upacara Mappalili dimulai dengan mengumpulkan masyarakat setempat di rumah adat yang disebut Balla Lompoa atau kalompoang. Di sana, tokoh masyarakat atau keturunan raja yang dikenal dengan sebutan karaeng akan diarak menuju sawah. Prosesi ini melambangkan dimulainya musim tanam padi dan sekaligus menjadi doa agar proses tanam padi diberkahi, berjalan lancar, dan menghasilkan panen yang melimpah.
Tradisi Mappalili merupakan bagian dari ritual yang diwariskan oleh masyarakat Bugis kuno yang dikenal dengan sebutan Bissu. Komunitas ini memiliki pengaruh besar di berbagai daerah Sulawesi Selatan, termasuk Pangkep, Bone, Soppeng, dan Wajo.
Baca juga: Mengenal Upacara Mitoni, Doa dan Harapan dalam Tradisi Jawa
Sebelum prosesi utama dimulai pada pagi hari, masyarakat setempat melaksanakan malam ramah tamah yang penuh dengan kegiatan seni, seperti pertunjukan angngaru’ dan tarian tradisional khas Sulawesi Selatan. Pada malam sebelum Mappalili diresmikan oleh Karaeng, berbagai pertunjukan tersebut menjadi bagian dari rangkaian acara untuk menyambut prosesi ritual.
Menurut informasi yang diambil dari laman pangkepkab, Mappalili dalam bahasa Bugis memiliki arti untuk menghindarkan atau menjauhkan segala hal yang dapat mengganggu atau merusak tanaman padi. Mappalili dulunya digelar selama tujuh hari tujuh malam, namun kini, karena alasan efisiensi waktu dan biaya, acara tersebut dipersingkat menjadi dua hari dua malam tanpa mengurangi makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara tersebut.
Mappalili dimulai dengan A’tudang Sipulung, sebuah kegiatan musyawarah yang membahas teknis pelaksanaan kegiatan pertanian, seperti jadwal turun ke sawah dan berbagai langkah lainnya yang berkaitan dengan proses tanam padi. Hal ini termasuk juga perbincangan mengenai penyelarasan teknis pertanian dan budaya yang ada di Pinati. Pada pagi harinya, rangkaian acara dimulai dari rumah adat hingga ke tanah adat, sebagai penanda bahwa waktunya untuk turun ke sawah telah tiba.
Baca juga: Adat Pernikahan Jawa Tengah: Tradisi yang Menghormati Warisan Budaya
Ritual ini dipimpin oleh Puang Matoa yang akan mengumpulkan masyarakat di rumah Arajang, tempat yang digunakan untuk menyimpan pusaka. Puang Matoa akan memulai dengan menggunakan Katto-Katto, sebuah kentongan untuk memanggil anak laki-laki, dan Kalung-Kalung untuk memanggil anak perempuan. Setelah itu, Puang Matoa akan menyanyikan lagu adat sebagai bentuk penghormatan kepada Arajang, pusaka yang dihormati, sebelum mengaraknya keliling kampung sebagai tanda dimulainya aktivitas membajak sawah.
Pusaka atau Arajang memiliki bentuk yang berbeda-beda di tiap daerah. Di Pangkep, Arajang berupa bajak sawah yang terbuat dari kayu dan sudah ada sejak tahun 1330. Di Soppeng, pusaka tersebut berupa ponto atau gelang berkepala naga yang terbuat dari emas murni, sementara di Bone dan Wajo, Arajang adalah sejenis keris.
Melihat dari proses dan aturan yang ada dalam pelaksanaan tradisi Mappalili, terdapat banyak filosofi yang dapat diambil sebagai pelajaran. Salah satunya adalah larangan untuk mendahului menanam padi sebelum acara adat dimulai, karena hal tersebut dianggap membawa bala. Filosofi ini mengajarkan bahwa dalam kehidupan, kita harus berlaku jujur dan tidak curang, karena setiap tindakan tidak baik akan membawa akibat buruk di kemudian hari. Tradisi Mappalili, dengan segala nilai dan maknanya, menjadi simbol kuat dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat Sulawesi Selatan.
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani