Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kejagung Periksa Empat Operator Control Room soal Korupsi Proyek PT Krakatau Steel

Oleh M Abdan Muflih
SHARE   :

Kejagung Periksa Empat Operator Control Room soal Korupsi Proyek PT Krakatau Steel
Pantau.com - Tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung memeriksa empat orang saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011, Kamis, (19/5/2022).

Kepala pusat penerangan hukum Kejaksaan Agung, Doktor Ketut Sumedana mengungkapkan, empat orang saksi tersebut adalah operator control room receiveing Raw Material Handling (RMH) PT KS, berinisal NS, MF, MS dan EHP.

“Diperiksa karena saksi selaku operator control room material receiving facility pada area raw material handling yang merupakan bagian dari BFC Project yang pada awal pengoperasian didampingi oleh pihak MCC CERY (Kontraktor/Leader Consortium) sampai akhirnya dapat mengoperasikan sendiri tanpa didampingi MCC CERY sekitar 6 bulan lebih dan sekitar akhir 2019 BFC Project off begitu pun MCC CERY sudah tidak berada lagi di areal raw material handling,“ jelas Ketut.

Kasus ini bermula, pada 2011 – 2019 PT Krakatau Steel (Persero) membangun Pabrik Blast Furnance (BFC) bahan bakar batubara adalah untuk memajukan industri Baja Nasional dengan biaya Produksi yang Lebih murah, karena dengan menggunakan bahan bakar Gas biaya produksi lebih mahal.

Pada tanggal 31 Maret 2011, dilakukan Lelang pengadaan pembangunan pabrik tersebut yang dimenangkan oleh Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering.

Sumber Pendanaan Pembangunan Pabrik Blast Furnace awalnya dibiayai bank ECA / Eksport Credit Agency dari China namun dalam pelaksanaannya ECA dari China tidak menyetujui pembiayaan proyek karena PT KS tidak memenuhi persyaratan pencairan kredit.

Selanjutnya pihak PT KS mengajukan pinjaman ke Sindikasi Bank BRI, MANDIRI, BNI, OCBC, ICBC, CIMB Bank dan LPEI.

Adapun nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp6,9 triliun, Pembayaran yang telah dilaksanakan adalah sebesar Rp5,3 triliun dengan porsi luar negeri Rp3,5 triliun dan lokal Rp1,8 triliun.

Akan tetapi pekerjaan dihentikan 19 Desember 2019 karena belum seratus persen dan biaya produksi lebih besar dari harga pasar. (Laporan: Syrudatin)
Penulis :
M Abdan Muflih