
Pantau - Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan menilai, ada kemungkinan Bharada Richard Eliezer lepas dari tuntutan hukum pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Menurutnya, Eliezer memang melakukan penembakan kepada korban. Namun, berdasarkan fakta hukum di persidangan, tiga tembakan yang dilepaskan Eliezer belum merampas nyawa Yosua, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
"Dengan begitu, Yosua dikatakan masih hidup. Nah, apakah hakim berani menegaskan bahwa tembakan Ferdy Sambo lah yang merampas nyawa Yosua, sebagaimana putusan sidang kemarin," ujar Asep, Selasa (14/2/2023).
Selain itu, menurut Asep, Eliezer melakukan tindakan menembak Yosua atas adanya perintah dari Ferdy Sambo, bukan atas kesengajaan dan kehendak pribadi. Sehingga, tidak tepat untuk masuk dalam kategori pembunuhan berencana.
"Eliezer berada dalam tekanan, karena dia menjadi orang dengan pangkat terendah dibandingkan terdakwa lainnya, seperti Sambo dan Ricky Rizal," lanjutnya.
Sementara itu, Asep berpendapat, vonis maksimal berupa pidana mati untuk Ferdy Sambo merupakan bukti masih adanya harapan publik terhadap kasus hukum di Indonesia.
Ia menegaskan, hal ini menjadi bukti independensi marwah hakim, meski sempat didera isu adanya gerakan bawah tanah yang berupaya mengintervensi kasus tersebut.
"Mau dikatakan gerakan bawah tanah, gerakan bawah meja, itu tidak berpengaruh apa pun dengan putusan hakim kemarin," tutupnya.
Seperti diketahui, majelis hakim PN Jaksel telah menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara untuk Putri Chandrawati pada Senin (13/2/2023). Kedua terdakwa terbukti terlibat merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. [Laporan: Aditya Andreas]
Menurutnya, Eliezer memang melakukan penembakan kepada korban. Namun, berdasarkan fakta hukum di persidangan, tiga tembakan yang dilepaskan Eliezer belum merampas nyawa Yosua, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
"Dengan begitu, Yosua dikatakan masih hidup. Nah, apakah hakim berani menegaskan bahwa tembakan Ferdy Sambo lah yang merampas nyawa Yosua, sebagaimana putusan sidang kemarin," ujar Asep, Selasa (14/2/2023).
Selain itu, menurut Asep, Eliezer melakukan tindakan menembak Yosua atas adanya perintah dari Ferdy Sambo, bukan atas kesengajaan dan kehendak pribadi. Sehingga, tidak tepat untuk masuk dalam kategori pembunuhan berencana.
"Eliezer berada dalam tekanan, karena dia menjadi orang dengan pangkat terendah dibandingkan terdakwa lainnya, seperti Sambo dan Ricky Rizal," lanjutnya.
Sementara itu, Asep berpendapat, vonis maksimal berupa pidana mati untuk Ferdy Sambo merupakan bukti masih adanya harapan publik terhadap kasus hukum di Indonesia.
Ia menegaskan, hal ini menjadi bukti independensi marwah hakim, meski sempat didera isu adanya gerakan bawah tanah yang berupaya mengintervensi kasus tersebut.
"Mau dikatakan gerakan bawah tanah, gerakan bawah meja, itu tidak berpengaruh apa pun dengan putusan hakim kemarin," tutupnya.
Seperti diketahui, majelis hakim PN Jaksel telah menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara untuk Putri Chandrawati pada Senin (13/2/2023). Kedua terdakwa terbukti terlibat merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. [Laporan: Aditya Andreas]
- Penulis :
- renalyaarifin