
Pantau - Aktivitas masyarakat di dunia maya melalui platform media sosial sudah menjadi sebuah budaya baru bagi masyarakat modern saat ini.
Namun, sayangnya isi konten di media sosial lebih banyak dipenuhi dengan ujaran kebencian, hoaks, dan permusuhan sehingga menyebabkan polarisasi yang begitu tajam.
Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini mengimbau pemerintah dapat menjadi teladan untuk mencegah polarisasi di dunia maya.
"Bukan sebaliknya, justru malah terlibat di dalam kerusakan tatanan tersebut karena berpihak di dalam polarisasi," ujar Didik saat membuka diskusi virtual, Kamis (2/3/2023).
Didik berpendapat, jika penyelenggara negara tidak bisa menjadi teladan dalam dunia maya, maka penyebaran konten negatif akan semakin parah.
"Di sinilah titik kritis dari masalah ini tergantung kepada pemerintah dan aparat. Apakah akan menjadi bagian utama dari pilar solusi atau menjadi bagian dari masalah itu sendiri," lanjutnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Paramadina, Husni Mubarok mengatakan, penanganan ujaran kebencian dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu secara moralitas, sanksi administratif, hingga hukuman pidana.
"Adanya penegakan hukum yang proporsional akan membuat para pelaku ujaran kebencian tidak lagi sewenang-wenang dalam melakukan hasutan dan provokasi," terang Husni.
Di sisi lain, Husni juga memandang problem penindakan ujaran kebencian di Indonesia masih mengalami kesulitan. Pasalnya, penanganan ujaran kebencian seringkali berkaitan dengan kasus-kasus yang seharusnya tidak masuk ke ranah pidana.
"Oleh karena itu, penanganan ujaran kebencian tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja oleh pemerintah, karena peluang untuk terjadinya pemberangusan kebebasan ekspresi bisa saja terjadi," tutupnya.
Namun, sayangnya isi konten di media sosial lebih banyak dipenuhi dengan ujaran kebencian, hoaks, dan permusuhan sehingga menyebabkan polarisasi yang begitu tajam.
Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini mengimbau pemerintah dapat menjadi teladan untuk mencegah polarisasi di dunia maya.
"Bukan sebaliknya, justru malah terlibat di dalam kerusakan tatanan tersebut karena berpihak di dalam polarisasi," ujar Didik saat membuka diskusi virtual, Kamis (2/3/2023).
Didik berpendapat, jika penyelenggara negara tidak bisa menjadi teladan dalam dunia maya, maka penyebaran konten negatif akan semakin parah.
"Di sinilah titik kritis dari masalah ini tergantung kepada pemerintah dan aparat. Apakah akan menjadi bagian utama dari pilar solusi atau menjadi bagian dari masalah itu sendiri," lanjutnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Paramadina, Husni Mubarok mengatakan, penanganan ujaran kebencian dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu secara moralitas, sanksi administratif, hingga hukuman pidana.
"Adanya penegakan hukum yang proporsional akan membuat para pelaku ujaran kebencian tidak lagi sewenang-wenang dalam melakukan hasutan dan provokasi," terang Husni.
Di sisi lain, Husni juga memandang problem penindakan ujaran kebencian di Indonesia masih mengalami kesulitan. Pasalnya, penanganan ujaran kebencian seringkali berkaitan dengan kasus-kasus yang seharusnya tidak masuk ke ranah pidana.
"Oleh karena itu, penanganan ujaran kebencian tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja oleh pemerintah, karena peluang untuk terjadinya pemberangusan kebebasan ekspresi bisa saja terjadi," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas