
Pantau.com - Hakim ad hoc Tipikor PN Medan Merry Purba pesimis untuk mengajukan permohonan praperadilan terkait kasus suap yang menjeratnya. Ia merasa setiap saksi yang diperiksa KPK selalu mengarah kepadanya, hingga ragu untuk mengajukan praperadilan.
"Untuk apa praperadilan itu? Sekarang tidak berguna lagi. Sementara semua saksi mengarah kepada saya. Keterangan saksi-saksi itu kan saya gak lihat," kata Merry sambil menahan tangis di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/9/2018).
Merry bersikeras mengatakan bahwa dirinya tidak pernah terlibat dalam pemberian suap yang dilakukan pengusaha Tamin Sukardi.
Baca juga: Usai Diperiksa KPK, Hakim Tipikor Medan: Saya Tidak Terima Uang
Merry menegaskan selain urusan persidangan, dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan panitera pengganti PN Medan Helpandi yang disebut KPK sebagai pihak perantara penerimaan suap. Merry juga meminta agar penyidik KPK memeriksa telepon genggamnya untuk membuktikan pernyataannya.
"Saya tidak pernah bertemu dengan Helpandi. Kalau pun dia datang ke kantor, ke ruangan saya hanya sebatas di telepon atau lewat pintu 'ayo bu kita sidang'. Dan kalau sudah jam 10, selesai sidang jam 12. Sudah sebatas itu komunikasi saya. Coba selidiki handphone saya," jelasnya.
"Kalau mereka mau berbuat (suap), silakan. Tapi jangan libatkan saya," tambah Merry.
Baca juga: KPK Periksa Silang 2 Tersangka Kasus Suap Hakim Adhoc PN Medan
Dalam kasus ini, KPK menduga Merry telah menerima uang suap dari Tamin Sukardi sebanyak 130 ribu dolar Singapura. Sementara saat operasi tangkap tangan pada 28 Agustus 2018, Tim satgas KPK menyita uang 150 ribu dolar Singapura dari tangan Helpandi.
Dalam setiap pemberian suap itu Tamin juga selalu memerintahkan orang kepercayaannya Hadi Setiawan sebagai perantara. Tamin merupakan terdakwa kasus korupsi yang perkaranya tengah disidangkan di PN Medan.
Motif pemberian suap tersebut agar Merry yang merupakan hakim anggota dari persidangan Tamin, bisa memengaruhi vonis hukuman.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi