
Pantau - Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara divonis 17 tahun penjara dalam kasus narkoba yang juga menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar), Irjen Pol Teddy Minahasa. Terdapat hal yang memberatkan dan meringankan dalam vonis Dody.
Adapun hal yang memberatkanya, Dody dinilai telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri, perbuatan Dody bertentangan dengan program pemerintah memberantas narkotika, dan meresahkan masyarakat.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Republik Indonesia, bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkotika, dan meresahkan masyarakat," ujar Ketua Majelis Hakim, Jon Sarman Saragih, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Rabu (10/5/2023).
Selain itu, Dody merupakan anggota Polri yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumbar melibatkan dirinya dalam kasus peredaran narkotika. Perbuatan Dody juga dinilai tidak mencerminkan anggota Polri yang baik di masyarakat.
"Terdakwa merupakan anggota kepolisian dengan jabatan Kapolres Bukittinggi seharusnya memberantas peredaran narkotika namun terdakwa melibatkan diri dalam peredaraan narkotika sehingga tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik di masyarakat," katanya.
Sementara hal yang meringankan di antaranya Dody tidak menikmati hasil penjualan sabu dan menyesali perbuatannya.
"Terdakwa tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan, belum pernah dihukum, mengakuai dan menyesali perbuatannya," tutur hakim.
Diketahui, majelis hakim membacakan amar putusan kasus narkoba AKBP Dody Prawiranegara pada hari ini di PN Jakbar. Terdakwa Dody divonis 17 tahun penjara.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 20 tahun penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dody Prawiranegara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana 17 tahun penjara," ujar hakim ketua, Jon Sarman Saragih.
Dalam kasus ini Dody Prawiranegara didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan yang beratnya lebih dari 5 gram.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram,” kata jaksa.
Perbuatan itu dilakukan Dody bersama tiga orang lainnya, salah satunya Teddy Minahasa. Dody disebut diperintah oleh Teddy untuk mengganti sabu dengan tawas. Total sabu barang sitaan yang diganti dengan tawas ialah 5 kg.
Sabu tersebut kemudian dijual via Linda yang juga menjadi terdakwa. Total sabu yang telah terjual ialah 1 kg dengan harga Rp400 juta. Dari harga itu, Teddy Minahasa disebut menerima Rp300 juta yang diserahkan oleh AKBP Dody.
Adapun hal yang memberatkanya, Dody dinilai telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri, perbuatan Dody bertentangan dengan program pemerintah memberantas narkotika, dan meresahkan masyarakat.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Republik Indonesia, bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkotika, dan meresahkan masyarakat," ujar Ketua Majelis Hakim, Jon Sarman Saragih, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Rabu (10/5/2023).
Selain itu, Dody merupakan anggota Polri yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumbar melibatkan dirinya dalam kasus peredaran narkotika. Perbuatan Dody juga dinilai tidak mencerminkan anggota Polri yang baik di masyarakat.
"Terdakwa merupakan anggota kepolisian dengan jabatan Kapolres Bukittinggi seharusnya memberantas peredaran narkotika namun terdakwa melibatkan diri dalam peredaraan narkotika sehingga tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik di masyarakat," katanya.
Sementara hal yang meringankan di antaranya Dody tidak menikmati hasil penjualan sabu dan menyesali perbuatannya.
"Terdakwa tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan, belum pernah dihukum, mengakuai dan menyesali perbuatannya," tutur hakim.
Diketahui, majelis hakim membacakan amar putusan kasus narkoba AKBP Dody Prawiranegara pada hari ini di PN Jakbar. Terdakwa Dody divonis 17 tahun penjara.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 20 tahun penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dody Prawiranegara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana 17 tahun penjara," ujar hakim ketua, Jon Sarman Saragih.
Dalam kasus ini Dody Prawiranegara didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan yang beratnya lebih dari 5 gram.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram,” kata jaksa.
Perbuatan itu dilakukan Dody bersama tiga orang lainnya, salah satunya Teddy Minahasa. Dody disebut diperintah oleh Teddy untuk mengganti sabu dengan tawas. Total sabu barang sitaan yang diganti dengan tawas ialah 5 kg.
Sabu tersebut kemudian dijual via Linda yang juga menjadi terdakwa. Total sabu yang telah terjual ialah 1 kg dengan harga Rp400 juta. Dari harga itu, Teddy Minahasa disebut menerima Rp300 juta yang diserahkan oleh AKBP Dody.
#Kasus Narkoba#PN Jakarta Barat#Irjen Teddy Minahasa#Doddy Prawiranegara#PN Jakbar#Teddy Minahasa#AKBP Dody
- Penulis :
- Firdha Rizki Amalia