HOME  ⁄  Nasional

Wawancara Khusus Prajurit TNI jadi Petugas Perdamaian PBB di Afrika Tengah

Oleh Firdha Riris
SHARE   :

Wawancara Khusus Prajurit TNI jadi Petugas Perdamaian PBB di Afrika Tengah
Foto: Lettu Czi Agum Harseno bersama rekan prajurit Satgas Perdamaian. (Sumber: Instagram)

Pantau - Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada hari ini, Kamis (5/10/2023) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78. Dalam rangka tersebut, seorang prajurit TNI bernama Lettu Czi Agum Harseno menceritakan pengalamannya saat menjadi bagian dalam Satuan Tugas (Satgas) Perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah.

Pria kelahiran tahun 1994 ini, kini berdinas di Batalyon Zeni Tempur 18 Yudha Karya Raksaka sebagai Komanda Kompi Zipur C Naibonat, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Bersama Pantau.com, pada Minggu (1/10/2023), Agum menceritakan pengalaman berharganya saat bertugas dalam Satgas Perdamaian pada beberapa tahun lalu, berikut perbincangannya:

Boleh Mas Agum ceritakan bagaimana sampai bisa menjadi prajurit perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah? Apakah ditunjuk oleh TNI atau mengajukan diri sesuai kemauan sendiri? Dan seleksinya seperti apa?

Jadi itu awalnya saya juga nggak tahu, karena semuanya kan ada penilaian pimpinan dan alhamdulillah saya diberikan kepercayaan dari pimpinan untuk mengikuti seleksi. Jadi setelah saya menyanggupi dan kemudian seleksi, alhamdulillah diberikan hasil lulus.

Untuk seleksinya, karena saya perwira ya seleksinya itu mulai dari tes komputer, Bahasa Inggris, lalu skill mengemudi juga yang jelas, dan utamanya tes kesehatan, wawancara. Saat Satgas Perdamaian, nggak cuma Satgas Perdamaian aja sih setiap Satgas harus ada diambil tes psikologi karena menyangkut kesehatan mental juga. 

Mungkin karena untuk berangkat ke sana kan ya kadang orang hanya tahunya siap saja, padahal untuk mental sendiri pada saat Satgas di sana mungkin kurang siap jadi waktu saya diambil seleksi lagi seperti itu. 

Agum juga menceritakan bahwa dirinya berangkat ke Afrika Tengah itu pada September 2020 dan harusnya hanya sampai September 2021. Namun karena ada dinamika dan situasi yang belum memungkinkan untuk pulang, akhirnya ia harus menambah waktu 2 bulan di sana, jadi total selama 14 bulan bertugas pada Satgas Perdamaian itu.

Ternyata sebelum gabung pada Satgas Perdamaian di Afrika Tengah, ia juga pernah bertugas dalam Satgas Perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Kalau untuk Indonesia sendiri tiap berapa tahun sekali mengirimkan prajurit untuk ikut Satgas Perdamaian? Apakah hanya di wilayah Republik Afrika Tengah saja atau ada yang lain? Dan apakah hanya Korps Zeni?

Indonesia sendiri selalu mengirimkan 4 kontingen sebenarnya, itu ada yang di Lebanon, Kongo, Afrika Tengah, dan satunya lagi dia di kapal jadi dari Angkatan Laut karena dia berlayar di perairan sekitar Lebanon.

Untuk satuan tugasnya sendiri sebenarnya untuk jumlah personelnya beda-beda dan lamanya pun minimal setahun. Tapi ya itu tadi seperti saya nggak bisa betul-betul setahun karena mengingat dinamika, situasi tempat penugasannya.

Jadi untuk Zeni sendiri memang dia ada keistimewaan. Ada yang namanya Satgas Kompi Zeni yang memang mayoritasnya dari grup Zeni. Tapi nggak semua Zeni karena kita juga tiga matra jadi nggak hanya Zeni, bermacam-macam kecabangan, gabungan ada tiga matra.

Saat Satgas Perdamaian di Republik Afrika Tengah itu selain diikuti TNI, ada tentara dari mana saja?

Waktu saya kebetulan ada 24 negara, tapi saya udah nggak hafal karena banyak sih. Dari Asia aja tuh ada dari Bangladesh, India. Kebanyakan dari Afrika itu sendiri kalau yang di Afrika Tengah. Kalau Eropa-nya ada dari Portugal, Prancis. Pokoknya totalnya 24 negara yang tergabung penugasan Satgas di Afrika Tengah.

Nah sekarang, boleh nggak Mas Agum ceritakan kegiatan apa saja sih yang dilakukan di Satgas Perdamaian itu?

Kebetulan karena kita Satuan Tugas Kompi Zeni di sana kita fokusnya bukan hanya menjaga perdamaian saja tapi kita peace building juga, jadi kita membangun, kita fokusnya membangun di sana. Itu pun ya sesuai apa yang dimandatkan oleh PBB. Tujuannya juga buat mengambil hati masyarakat sana agar dapat kita arahkan yang menuju ke perdamaian, mengingat negara ditujukan PBB itu kan pasti negara konflik yang misalnya di Afrika Tengah dia dari internal, jadi kita upayakan untuk mengambil hati warga mereka agar dapat kita arahkan.

Kerjaan yang kita lakukan ya banyak, kita membangun, kita banyak membangun jalan, terus jembatan, terus buka lahan, juga ada namanya tugas-tugas untuk menjinakkan bahan peledak karena banyak bekas granat atau ranjau-ranjau yang udah ditanam tapi tidak meledak. Nah itu apabila diketemukan harus kita amankan, kita disposal atau kita amankan di tempat yang aman untuk kita simpan.

Selain tugas dari itu juga ya kita kalau di Indonesia kayak fungsi-fungsi teritorial lah sama tujuannya mengambil hati masyarakat tapi dengan fungsi ya kita melaksanakan komunikasi sosial, memberikan bantuan-bantuan, pengobatan, lalu kunjungan ke sekolah-sekolah.

Kalau dari Satgas kemarin yang kita lakukan waktu saya kebetulan saya juga sebagai koordinatornya itu kita memberikan bantuan air bersih, lalu kita membagikan masker karena mengingat masanya masih pandemi waktu itu, dan kita juga memberikan pengetahuan ke mereka khususnya di bidang militer kebetulan waktu itu jadi kita undang mereka ke camp terus kita tujukan beberapa alutsista.

Lalu bagaimana dengan pembagian tugas, apakah sudah dikonsep untuk Indonesia tugas khususnya begini, lalu negara lain begini?

Jadi memang sudah ada, kalau kita itu sudah sesuai dimandatkan oleh PBB. PBB ini seperti menawarkan, dari negara kita juga bisa mengajukan, tapi itu pun sudah diatur misalnya dari PBB butuhnya tenaga ini. 

Kebetulan dibagi-bagi sesuai tadi tugas kita. Dengan Portugal dengan Bangladesh itu berbeda, sudah sesuai dengan apa yang dikonsepkan dan ditentukan dari PBB.

Kayak Satgas yang di Afrika juga dengan yang di Lebanon berbeda. Di Lebanon kita nggak punya Satgas Zeni karena mungkin sudah cukup pembangunannya dan kita nggak dapat hal itu. Di Kongo juga ada Satgas Kompi Zeni dan ada BGC (Batalyon Gerak Cepat) jadi untuk Batalyon dia yang selalu siap digerakkan, maksudnya dia sebagai satuan pemukul. Nah itu kita dapat dua kalau di Kongo kalau di Afrika Tengah kita hanya dapat Kompi Zeni dan satunya lagi kebetulan dari Polri.

Tadi sempat disebut bahwa Indonesia bisa mengajukan suatu tugas dalam Satgas Perdamaian, apa pernah dilakukan dan apa yang diajukan?

Kalau dari Indonesia sendiri sebenarnya kita tuh banyak mengajukan. Kita pernah mengajukan Satgas BGC lagi lalu Satgas Angkutan waktu itu sempat sebenarnya sudah dilaksanakan pelatihan, tapi nah ini saya kurang tahu kenapa sampai tidak jadi berangkat. 

Apakah memang karena ada persyaratan khusus yang mutlak harus dipenuhi untuk suatu negara dikunjungi oleh PBB. Walaupun negara itu keos lalu PBB menyatakan 'Oh ini harus dibantu PBB', tapi kalau dari negara itu sendiri tidak mengizinkan Pemerintahnya ya tidak akan dimasuki PBB seperti itu.

Dalam Satgas Perdamaian itu kan ada tentara dari berbagai macam negara, saat menjalankan tugas TNI berkordinasi dengan tentara negara lain itu seperti apa?

Selalu berkoordinasi, jadi itulah fungsinya. Makanya kita dipisah-pisah, ya kita akan tetap berkoordinasi karena tujuan PBB itu kan namanya aja Perserikatan Bangsa Bangsa, kita berserikat jadi memang kita harus ya tujuannya kan seperti halnya silaturahmi lah ya. Kalau nggak dipisah-pisah kita pasti tentunya akan bekerja dan punya ego masing-masing, makanya di sini nggak, karena kita udah dipisah-pisah itulah. 

Contoh kayak kita Kizi nih Kompi Zeni kita keluar harus ke daerah yang katakanlah pengawalannya lebih tinggi, yang pengawal kita aja nggak cukup, pasti kita minta bantuan ke Bangladesh karena dia special force-nya kita minta bantuan pengawalan. Terus kita kekurangan kendaraan, nah kita minta bantuan Mesir kebetulan ada Satgas Angkutannya. Kita butuh pengawalan dari udara nih, kita  minta bantuan Portugal.  Jadi memang kita selalu saling berkoordinasi gitu dan banyak yang diminta tolong dari kita, karena kita Kompi Zeni jadi apa-apa pasti butuh dari kita gitu.

Lalu kordinasi yang dilakukan antara tentara tuh seperti apa? Apakah cukup hanya melalui walkie talkie saja?

Kalau bilang walkie talkie sama lah dia memang lebih buat pemancarnya. Biasanya kita juga by WhatsApp kok handphone biasa langsung telepon. Tentunya pendahuluan gitu kita by email kita bersurat. Email ke kantornya dulu, baru merujuk nih negara mana yang cocok gitu. Cuma kita kan pasti udah tahu ke negara ini ya, jadi kita pendahuluan dulu jadi mereka nggak mendadak ketika menerima surat. 

Selama menjalankan tugas perdamaian berbulan-bulan di Afrika Tengah dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan, boleh nggak diceritakan apa sih suka dukanya di sana?

Sukanya ya alhamdulillah kita dapat kegiatan lebih, uang saku yang lebih, dan ya mendapat kebanggaan sendiri, lalu seperti pengakuan yang akhirnya kita dapat Satya Lencana. Lalu pengalaman yang luar biasa dan ya selain itu tentunya kita dapat catatan prestasi yang akan kita bawa-bawa terus.

Kalau dukanya, ya sama kayak TNI yang berangkat tugas, yang jelas jauh dari keluarga, terus mungkin ya kita komunikasi juga terhambat karna di sana juga sinyalnya nggak terus-terusan bagus, bahkan saya pernah hilang satu bulan jadi ya mungkin itu aja sih kalau lain-lainnya standar lah biasa aja.

Sekarang kita agak mundur sedikit, sewaktu Mas Agum sampai di Republik Afrika Tengah menginjakkan kaki di sana, gimana pandangan warga lokal melihat orang Indonesia dan khususnya TNI itu sendiri?

Ini yang sebenarnya saya mengalami langsung yang luar biasa, jadi bagaimana TNI khususnya pada umumnya Indonesia itu benar-benar mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dunia gitu, karena memang sedekat itu.

Jadi mereka itu dengan hadirnya kita setelah rotasi Satgas ya mereka selalu ada harapan baru ‘apa yang akan kita lakukan’ karena PBB pun mengakui, bahwa ini tentara Indonesia karena kita sebagai duta juga ke sana kita sebagai Duta Bangsa, ya itu luar biasa. Dari segi pekerjaan kita itu setelahnya selalu nothing to lose lah, kita juga nggak pernah menyerah dengan keadaan.

Tentara Indonesia itu gimana caranya dia selalu berpikir 'oh ini gimana caranya' kalau ada kendala ya harus kita atasi. Dia nggak pernah takut dengan adanya penolakan dari masyarakat karena di beberapa titik diAfrika Tengah itu masih tetap adanya penolakan-penolakan dari kehadiran PBB. Ya kita berusaha gimana dari kita sendiri yang mengupayakan bagaimana dapat diterima masyarakat dan alhamdulillah ya semuanya bisa terlaksana tanpa adanya kendala.

Bahkan di sana itu ada yang mungkin kita sebut saja Kampung Muslim yang mereka itu ada banyak pasar, di situ kita sangat diterima hanya kita aja yang datang dan betul-betul diterima yang tanpa adanya penolakan sama sekali, karena kalau dari negara lain itu bahkan bisa diusir mereka kalau mau ke pasar itu.  

Agum pun juga menyampaikan bahwa Tentara Indonesia bukan hanya diterima di wilayah muslim saja, tetapi juga saat di titik banyak warga non Muslim, TNI tetap diterima.

Berarti bisa disimpulkan bahwa TNI itu dikangenin ya sama warga lokal di sana?

Betul, mungkin memang ya kehadirannya dinantikan. Tapi ini sebenarnya bukan karena TNI-nya. Kalau saya lihat memang dari culture-nya masyarakat Indonesia sendiri yang masyarakatnya ramah, humble, dan ya lebih dapat mengambil hati saya lihat orang Indonesia tuh.

Walaupun sebenarnya itu harus kita waspadai juga. Khususnya saya kadang kalau lihat anggota seperti lengah terlalu asik komunikasi dengan orang-orang walaupun kita nggak tahu kan mana musuh mana kawan gitu. 

Tapi alhamdulillah selama ini, selama kemarin saya penugasan tidak ada kendala dan tidak ada hal menonjol apalagi sampai menyebabkan kerugian personal itu tidak ada. 

Tadi kan kita sudah bahas pandangan warga lokal dengan TNI. Nah sekarang saya mau tahu nih, gimana sih pandangan tentara dari negara lain melihat TNI yang sama-sama satu profesi?

Nah itu kalau yang saya alamin yang saya amati juga, mereka ini kan sudah beberapa kali Satgas juga sama kayak kita di Afrika Tengah itu jarang negara-negara baru tuh. Mereka mungkin sudah dengar dari kawan-kawannya di sesama negara yang sudah Satgas duluan ‘bagaimana kita?’ jadi yang saya lihat mereka segitu percayanya juga sama kita karena tugas kita yang Kompi Zeni kan membangunnya nggak hanya untuk Afrika Tengah juga tapi untuk camp-camp negara luar juga. Jadi apa yang mereka butuhkan kalau konteksnya ini dia untuk suatu pembangunan infrastruktur ya kita bantu.

Jadi saling bergandengan tangan ibaratnya ya saling membantu gotong royong?

Betul-betul, jadi kita juga mengupayakan untuk betul-betul dekat dengan mereka ya kadang kita ada kan event bareng, olahraga bareng. Biasanya kita di sepak bola. Jadi lebih dekat aja dengan mereka, kita juga beberapa kali khususnya perwira dari kita diundang untuk makan bersama di camp mereka kayak gitu.

Ia juga mengatakan bahwa hingga saat ini masih menjalin silaturahmi dengan beberapa tentara negara lain di antaranya dari Serbia, dan Egypt. 

Mas Agum sempat cerita kalau ada kegiatan membangun, itu kan tentu membutuhkan pendekatan dengan warga lokal, pendekatan apa yang dilakukan oleh TNI?

Lebih ke PBB karena kebetulan kita tergabung ke PBB itu yang membuat mereka itu ada keraguan. Tapi ya itu tadi alhamdulillah setelah kita hadir, biasanya tuh kita ya memberikan bantuan, biasanya kita menggunakan cara dengan memberikan sesuatu sebagai cindera mata sambil berkomunikasi dengan mereka. 

Mungkin ya effort-nya kita di situ. Nah itu kan nggak ada tuh di buku panduan segala macam dan itu nggak dilakukan di negara lain.

Bahkan kita nggak harus menggunakan seperti nunjukin kalau kita bawa senjata itu nggak. Itulah bedanya mungkin mereka lebih nyaman di situ, lebih ngerasa bisa percaya ke TNI ya akhirnya ya alhamdulillah akhirnya mereka juga nggak ngeganggu pada saat kita bekerja.

Agum menyebut bahwa warga lokal menggunakan Bahasa Perancis dan bahasa daerah sendiri yaitu bahasa Sango. Jarang sekali Bahasa Inggris.

Tapi apa memang pernah ada kejadian kerusuhan saat Satgas? Indonesia kan nggak mengalami nih, apa mungkin tentara negara lain pernah mengalami kerusuhan? 

Tentunya ada. Beberapa kali ada, karena ya memang bisa dikatakan di Afrika Tengah ini sebenarnya negara yang paling berbahaya ya. Banyak aja kejadian-kejadian seperti itu, makanya sampai TNI kita juga diberikan ekstra pengawalan ya karena mengingat catatan kejadian yang pernah ada yang pernah terjadi gitu.

Kalau soal makanan nih, apa di sana tantara masak sendiri atau gimana? Apa makanan Indonesia yang paling dikangenin selama bertugas di Afrika Tengah?

Tapi kalau ngomong-ngomong masak ya tentunya di setiap kontingen itu memang sudah ada mereka yang ditugaskan untuk menjadi  juru masak tapi itu buat makan kita sendiri gitu.

Kebetulan kadang sih, bisanya kalau saya kan kebetulan nggak jago-jago masak ya. Saya masaknya mi instant aja gitu. Fun fact, mi instant itu berharga banget di sana karena nggak ada, jadi kita bawa itu waktu pas berangkat beberapa akhirnya kita awet-awet tuh. Itu aja yang dikangenin. Jadi kalau ditanya prajurit lebih kangen pacar atau mi instant, mi instant deh kayaknya.

Indonesia kan sudah berkali-kali mengirimkan Satgas Perdamaian, ada nggak sih perbedaan tahun yang Mas Agum sama tahun sebelumnya atau mungkin yang sekarang-sekarang ini? 

Ada. Kemarin hasil evaluasi juga karena kebetulan kan tentunya ada tim yang datang dan dia yang melakukan segala macam, terus hasil evaluasinya yang harus segera dirubah setelah saya tuh yang pertama adanya wacana untuk menambahkan personel khususnya yang dari tentara wanita karena di kontingen Kizi nggak ada, laki-laki semua. Dibandingkan Polri mereka sudah ada banyak Polwan dikirim sedangkan kita nggak, dan itu menjadikan concern-nya dari PBB juga karena mereka kan penyetaraan gender kan ada ya. Tapi yang saya monitor sekarang ini itu baru hanya beberapa orang saja sekitar 10 atau 15 gitu.

Ada lagi itu kita ada tambah tim sih khususnya di sana ada namanya dog handler ya, jadi tugasnya dia membawa anjing pelacak. Termasuk personelnya di sana tambahannya tadinya 200 sekarang 250 plus 3 ekor anjing yang juga udah terlatih dari Indonesia dibawa ke Afrika dan dia pun dapat jatah makan juga tuh udah ada hitungannya semua, makan, vitamin, obat-obatannya semua.

Di awal tadi Mas Agum menyebut bahwa pernah tergabung dalam Satgas menjaga Perbatasan Indonesia-Timor Leste, boleh nggak diceritain apa perbedaanya dengan ketika Satgas di Afrika Tengah?

Kalau perbedaannya tentunya kita kan di sana kendala bahasa. Pastinya komunikasi kita caranya berbeda nih, kalau di Timor Leste kan kita pakai bahasa sehari-hari, kadang kita juga nggak kesusahan menyesuaikan dengan budayanya, kita sudah ada bayangan, dan lagi kita nggak dibatasi maksudnya kita benar-benar bisa melakukan komunikasi sosial itu ya lebih bebas kalau dibandingkan di Afrika Tengah, karena kita tentunya banyak aturan yang dari PBB nggak boleh sembarangan gitu, itu yang pertama.

Kedua, tentunya menyangkut kita juga harus lebih waspada kalau di Afrika Tengah. Kita pun kemana-mana bergerak tetap ada unsur pengamannya ya walaupun misalkan bisa mendekat, ya dia ada jarak tertentu yang mereka melakukan pengamanan. Kendalanya di situ mungkin bedanya.

Dan dari penilaian masyarakatnya juga kan pastinya berbeda dengan di Timor Leste, mereka benar-benar sudah biasa dan mereka juga tahu kita datang ya memang hanya pengamanan dan juga memberikan bantuan, jadi mereka akan sangat welcome dengan hadirnya kita.

Tapi kalau di Afrika Tengah walaupun mereka sudah welcome, tapi kan kita nggak boleh lengah tuh, kita benar-benar terus waspada, dan mempelajari sikap-sikap mereka, jangan sampai mereka ada perubahan sikap, kitanya lengah nggak siap atau segala macam.

Menjalankan tugas yang luar biasa, gimana penilaian orang tua, pandangan orang tua melihat hal ini?

Kalau orang tua kebetulan kalau dari ayah sih ya mau di mana pun saya, oke, yang penting pasti saya hati-hati bisa jaga diri. Kalau dari mama ya memang waktu saya ngomong berangkat pasti ada pertanyaan dari beliau 'aduh kok ke sini sih? kok jauh banget?' ya saya yakinkan beliau, akhirnya saya harus siap-siap tuh kalau beliau hubungi kan kadang walaupun kita udah ngejelasin gimana tugasnya TNI, tapi namanya mama pokoknya yang dia mau tau kabar anakanya, ya anaknya harus kasih kabar gitu aja. 

Setelah selesainya baru mama kayak yang ya bangga sampai terharu mungkin ya, bisa ternyata anakku sampai tugas kayak gitu. 

Penulis :
Firdha Riris
Editor :
Firdha Riris