
Pantau - Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Irvansyah, menyoroti belum jelasnya peran lembaganya sebagai penjaga laut dan pantai (sea and coast guard) dalam regulasi nasional.
Ia menegaskan, perlunya UU Keamanan Laut yang komprehensif guna memperkuat peran Bakamla dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia.
"Sehingga untuk mewujudkan sistem keamanan laut menjadi komprehensif, berkelanjutan, adaptif, dan inklusif, diharapkan Indonesia memiliki regulasi yang kuat tentang Undang-Undang Keamanan Laut," ujar Irvansyah dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (3/3/2025).
Saat ini, regulasi terkait keamanan laut masih terbatas dalam Undang-Undang Kelautan dan PP Nomor 13 Tahun 2022.
Padahal, menurutnya, Indonesia perlu memiliki payung hukum yang lebih kuat agar dapat memanfaatkan sumber daya alam di wilayah perairannya secara optimal.
Baca Juga: Komisi I Dorong Pembentukan RUU Keamanan Laut untuk Perkuat Bakamla
"Indonesia harus memiliki undang-undang yang mengatur tentang keamanan laut, di mana hal ini akan berpengaruh pada kemampuan negara untuk memanfaatkan sumber daya alam," lanjutnya.
Selain menyoroti aspek regulasi, Irvansyah juga mengungkapkan bahwa Bakamla mengalami keterbatasan anggaran yang signifikan. Pada 2025, anggaran lembaganya dipangkas dari Rp1,084 triliun menjadi Rp729 miliar.
Sejak 2020 hingga 2024, pemerintah hanya mengalokasikan sekitar 10 persen dari total pagu anggaran ideal yang diajukan Bakamla.
"Anggaran Bakamla dari tahun 2020 hingga 2024 belum mencapai anggaran yang ideal bagi Bakamla sebagai coast guard. Hal ini menyebabkan keterbatasan sumber daya manusia Bakamla," jelasnya.
Saat ini, Bakamla memiliki 1.300 personel yang tersebar di kantor pusat, daerah, dan kapal patroli. Namun, dengan anggaran yang terbatas, lembaga ini belum dapat menjalankan fungsinya sebagai penjaga laut secara optimal.
- Penulis :
- Aditya Andreas










