
Pantau - Antrean panjang dan kehabisan stok di butik emas LM Antam menggambarkan fenomena baru: masyarakat berbondong-bondong membeli emas karena ketakutan akan kenaikan harga lebih lanjut, meski nilainya sudah hampir menembus Rp 2 juta per gram.
Emas Jadi Rebutan, Harga Nyaris Tembus Rp 2 Juta
Selama dua hari berturut-turut, Mila dan suaminya gagal mendapatkan emas karena selalu kehabisan stok.
Pada hari ketiga, mereka akhirnya berhasil membeli setelah mengantre dengan nomor 200, meskipun sudah datang sejak pukul 8 pagi sebelum toko dibuka.
"Dengar-dengar sih memang akan naik lagi. Bisa sampai Rp 2 jutaan ya. Ini saja harganya sudah lumayan sampai Rp 1,8 jutaan. Padahal kemarin pas pertama mau beli masih Rp 1,7 jutaan lah"
Pada 17 April 2025, harga emas batangan di butik Antam sudah mencapai Rp 1.975.000 per gram.
Di Pegadaian, harga emas bahkan sudah menembus Rp 2 juta per gram.
Lonjakan harga ini memicu fenomena FOMO (fear of missing out), di mana banyak orang membeli emas karena takut ketinggalan tren, bukan berdasarkan perencanaan matang.
Fenomena ini bisa menjadi risiko jika masyarakat membeli hanya karena ikut-ikutan tanpa memahami fungsi emas dalam portofolio keuangan mereka.
Antam mencatat rekor penjualan emas tertinggi sepanjang sejarah pada 2024, mencapai 43.776 kg, naik 68% dibandingkan 2023.
Emosi Mengalahkan Logika dalam Investasi Emas
FOMO bisa diterima jika dibarengi literasi finansial, namun menjadi berbahaya jika hanya didorong oleh rasa takut.
Banyak masyarakat yang sebelumnya tidak tertarik investasi, kini tergoda membeli emas karena melihatnya sebagai aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi.
Dorongan sosial juga berperan besar, apalagi menjelang Lebaran, penjualan emas perhiasan di toko-toko meningkat drastis.
Namun, membeli emas saat harga tinggi tanpa perencanaan bisa menimbulkan kerugian.
Contoh kasus, Budi membeli emas Rp 10 juta saat harga Rp 1.900.000 per gram.
Ketika butuh uang dan menjualnya, ia hanya menerima sekitar Rp 9 juta karena harga buyback lebih rendah.
Kesalahan bukan pada emas, melainkan keputusan impulsif tanpa rencana keuangan yang jelas.
Pengamat pasar modal, Ibrahim Assuaibi, menilai harga emas saat ini sudah terlalu mahal.
"Kalau menurut saya sih ini sudah terlalu tinggi. Sudah terlalu mahal sebenarnya untuk melakukan pembelian"
Menurutnya, masyarakat memilih emas atau dolar sebagai pelindung nilai karena takut resesi dan tidak percayanya terhadap surat berharga.
"Kebanyakan kenapa mereka lakukan, ada ketakutan bahwa kalau seandainya dunia terjadi resesi kemudian surat berharga tidak berlaku, ya mereka cuma hanya dua yang bisa jadi pegangan. Pertama dalam logam dunia yang kedua dolar"
Fenomena ini menegaskan pentingnya pengelolaan emosi dalam berinvestasi.
Investasi yang bijak harus dilakukan berdasarkan perencanaan dan analisis, bukan karena rasa takut atau tren sesaat.
Momen ini seharusnya dijadikan ajang untuk meningkatkan literasi keuangan, agar masyarakat memahami berbagai instrumen investasi seperti saham dan obligasi.
Jangan biarkan ketakutan jangka pendek mengendalikan keputusan keuangan jangka panjang.
- Penulis :
- Gian Barani