Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Vonis Mati, Narkoba Internasional, dan Remisi Waisak Warnai Isu Hukum Terpopuler

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Vonis Mati, Narkoba Internasional, dan Remisi Waisak Warnai Isu Hukum Terpopuler
Foto: Kasus Besar dari Medan hingga Bali, dan Kebijakan HAM dalam Fokus(Sumber: ANTARA/Aris Rinaldi Nasution)

Pantau - Sejumlah isu hukum besar mewarnai pemberitaan pada hari sebelumnya, mulai dari vonis mati terhadap pemilik pabrik ekstasi, pengungkapan jaringan narkotika internasional, hingga pemberian remisi khusus Waisak dan kontroversi pembinaan siswa bermasalah.

Vonis Mati dan Jaringan Narkoba Internasional

Pengadilan Tinggi Medan memperkuat vonis mati terhadap Hendrik Kosumo (41), pemilik pabrik ekstasi rumahan yang beroperasi di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

"Menegaskan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 1778/Pid.Sus/2024/PN Mdn, tanggal 6 Maret 2025, atas diri terdakwa Hendrik Kosumo, yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi putusan yang dikutip dari putusan resmi pengadilan.

Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali mengungkap jaringan narkoba internasional yang melibatkan dua warga negara asing (WNA) asal Kazakhtan berinisial GT (28) dan IM (35).

Keduanya merupakan kaki tangan dari seorang bandar asal Rusia yang diduga mengendalikan jaringan tersebut dari luar Indonesia.

Barang bukti yang berhasil diamankan adalah 30 paket sabu-sabu siap edar.

Kepala BNN, Komjen Pol. Marthinus Hukom, dalam kuliah umum di Universitas Riau (UNRI), menyoroti kerentanan wilayah pesisir dan perbatasan Indonesia terhadap penyelundupan narkotika.

"Kerentanan wilayah pesisir dan perbatasan terhadap narkoba salah satunya disebabkan oleh adanya persamaan kultur budaya. Berbeda dengan wilayah teritorial fisik yang memiliki garis batas imajiner, tidak demikian dengan budaya," jelas Marthinus.

Kebijakan Kontroversial dan Remisi Khusus Waisak

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyatakan dukungan terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang akan mengirim siswa bermasalah ke barak militer sebagai bagian dari pembinaan karakter.

"Begini, bukan pendidikan militer. Siswa didik di barak, barak pendidikan. Artinya apa? Itu dalam rangka peningkatan yang pertama disiplin, kedua mental, ketiga tanggung jawab, dan keempat moral," jelas Natalius.

Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak melanggar HAM karena tidak melibatkan kekerasan, melainkan pelatihan disiplin oleh aparat militer.

Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) memberikan remisi khusus dan pengurangan masa pidana dalam rangka perayaan Waisak 2025.

Sebanyak 1.077 narapidana dan dua anak binaan beragama Buddha di seluruh Indonesia menerima remisi tersebut.

Menteri Imipas, Agus Andrianto, menjelaskan bahwa dari total 1.524 napi dan anak binaan Buddha, sebanyak 1.079 memenuhi syarat untuk menerima remisi.

Jumlah tersebut terdiri dari 1.072 napi yang menerima RK I (pengurangan sebagian), 5 napi menerima RK II (langsung bebas), dan dua anak binaan menerima PMP I (pengurangan sebagian).

Penulis :
Balian Godfrey