
Pantau - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan pentingnya penerapan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) sebagai instrumen utama dalam menjaga keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Indonesia.
"Sistem ini dinilai krusial sebagai bagian dari implementasi penangkapan ikan terukur atau PIT", ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, atau Ipunk.
VMS dinilai mampu memantau aktivitas kapal perikanan secara real-time, mencegah praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), serta mengoptimalkan pengelolaan stok ikan yang terancam over fishing.
Dorongan untuk Transformasi Perikanan Tangkap
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menjelaskan bahwa data pergerakan kapal perikanan yang terekam melalui VMS sangat penting dalam penerapan sistem penangkapan ikan terukur.
Menurutnya, VMS memastikan bahwa kapal perikanan hanya melakukan penangkapan di zona yang telah ditentukan dan sesuai regulasi.
"Kapal perikanan dituntut melakukan aktivitas perikanan yang bertanggung jawab", ujar Lotharia.
Penerapan sistem ini diharapkan menciptakan tata kelola sektor perikanan yang lebih transparan dan adil, serta menjamin ketersediaan sumber daya ikan bagi generasi mendatang.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga menegaskan bahwa kebijakan penangkapan ikan terukur merupakan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan sekaligus menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem laut.
Pemerintah terus melakukan pengawalan ketat serta kajian menyeluruh terhadap kebijakan ini demi terwujudnya transformasi perikanan tangkap yang berkelanjutan dan menyejahterakan.
Regulasi VMS dan Dampaknya terhadap Produksi Ikan Nasional
Trenggono menambahkan bahwa penggunaan VMS akan meningkatkan akurasi data produksi ikan nasional yang saat ini rata-rata mencapai 7,5 juta ton per tahun.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor perikanan juga diperkirakan akan meningkat signifikan jika VMS diterapkan secara menyeluruh dan didukung oleh jumlah kapal pengawas yang memadai di lapangan.
Penerapan VMS ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 45 Tahun 2009 serta UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Kewajiban pemasangan VMS diberlakukan untuk kapal-kapal perikanan berizin pusat, khususnya yang beroperasi di perairan lebih dari 12 mil laut dengan potensi hasil tangkap tinggi.
Sementara itu, nelayan kecil atau kapal dengan ukuran di bawah 5 GT tidak diwajibkan memasang VMS, sehingga tetap dapat melaut tanpa beban tambahan regulasi.
- Penulis :
- Balian Godfrey