
Pantau - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan, Prof. M Afif Hasbullah menegaskan bahwa gaya hidup sederhana harus menjadi bagian dari integritas seorang hakim, yang tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum tetapi juga simbol moral dan etika publik.
Prof Afif menyatakan bahwa hakim merupakan teladan perilaku bagi masyarakat sehingga gaya hidup mereka mencerminkan integritas lembaga peradilan itu sendiri.
Ia mengapresiasi diterbitkannya Surat Edaran Dirjen Badan Peradilan Umum MA Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana bagi Aparatur Peradilan Umum, dan menyebutnya sebagai langkah strategis dan preventif yang sangat relevan dalam situasi saat ini.
Pernyataan itu disampaikannya dalam acara Turba di Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai tanggapan atas kritik Ketua Mahkamah Agung terhadap gaya hidup mewah sebagian hakim.
Ketua MA sebelumnya menyindir hakim yang bergaji Rp23 juta namun menggunakan arloji seharga Rp1 miliar, menyusul munculnya berita dugaan korupsi dan kepemilikan harta tak wajar oleh oknum hakim.
Gaya Hidup Tak Wajar Bisa Jadi Indikator Penyimpangan
Prof Afif menyatakan bahwa gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial dapat menjadi indikator awal penyimpangan dan membuka celah bagi korupsi.
"Ketika gaya hidup mereka berlebihan, tidak hanya menimbulkan persepsi negatif, tetapi juga membuka celah terhadap perilaku menyimpang seperti korupsi," ujarnya.
Menurutnya, tekanan untuk mempertahankan gaya hidup tinggi kerap menjadi pemicu perilaku koruptif di kalangan penegak hukum.
"Gaya hidup yang tak sepadan dengan pendapatan resmi adalah pintu masuk bagi penyalahgunaan wewenang, oleh karena itu penting bagi hakim untuk menjadikan kesederhanaan sebagai prinsip hidup, bukan sekadar formalitas administratif," lanjutnya.
Prof Afif berharap surat edaran tersebut tidak berhenti pada level administratif semata, melainkan disertai dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi konkret, termasuk audit terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan gaya hidup para hakim secara berkala.
Ia juga menekankan pentingnya peran Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas eksternal dalam memastikan perilaku para hakim tetap dalam koridor etika.
"Saya mendorong agar Komisi Yudisial meningkatkan intensitas pengawasannya terhadap perilaku hakim, tidak hanya dalam konteks profesionalisme, tapi juga gaya hidup, karena perilaku hedon, ketika dibiarkan bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang dan korupsi," tegasnya.
Prof Afif menutup pernyataannya dengan menyerukan agar momentum saat ini digunakan untuk pembenahan menyeluruh dalam tubuh peradilan, bukan sekadar reaksi terhadap kasus-kasus tertentu.
"Momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan menyeluruh, bukan sekadar menanggapi kasus per kasus. Integritas hakim adalah fondasi dari keadilan itu sendiri," pungkasnya.
- Penulis :
- Arian Mesa