
Pantau - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah mengkaji kemungkinan ratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing Convention) sebagai upaya memperkuat pelindungan terhadap Awak Kapal Perikanan Indonesia (AKPI), baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa konvensi ini menitikberatkan pada aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pelindungan menyeluruh bagi pekerja sektor perikanan.
"Konvensi 188 mengedepankan isu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) awak kapal penangkap ikan dan perlindungan pekerja di sektor perikanan. Harus ada kajian mendalam serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga,” ujar Menaker.
Pekerjaan 4D dan Koordinasi Lintas Kementerian
Menaker menekankan bahwa kajian ratifikasi ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kemnaker, sebab substansi konvensi juga menyangkut kewenangan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).
Ia menyatakan memahami dorongan kuat dari Jejaring Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) Maritim atas beratnya pekerjaan awak kapal yang dikategorikan dalam pekerjaan 4D (dirty, difficult, dangerous, deadly).
“Profesi pekerja bidang perikanan atau bidang maritim itu danger, dirty, difficult dan deadly itu benar, saya setuju. Saya harap bisa menjadi legacy bersama, artinya kita concern kepada sekian juta awak buah kapal,” tutur Yassierli.
Menaker juga menyampaikan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah menyebut isu ini dalam pidatonya saat May Day 2025 dan menyatakan ratifikasi Konvensi ILO 188 sedang dikaji oleh Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN).
DKBN direncanakan akan diisi oleh tokoh-tokoh dan pimpinan buruh dari seluruh Indonesia untuk memastikan pendekatan komprehensif terhadap isu ketenagakerjaan strategis.
Desakan Buruh dan Praktik Rekrutmen Tak Layak
Sekretaris Jejaring SP/SB Maritim, Sulistri, menegaskan bahwa ratifikasi Konvensi ILO 188 akan memberi dampak positif bukan hanya bagi awak kapal, tetapi juga industri dan negara secara keseluruhan.
Perwakilan FSP Maritim Indonesia-KSPSI, Nur Iswanto, mengungkapkan bahwa banyak awak kapal perikanan saat ini direkrut tanpa prosedur resmi yang layak.
“Awak kapal, hanya direkrut menggunakan kartu identitas, tanpa kontrak kerja, tak ada standar pengupahan, jaminan sosial, dan keselamatan kerja,” ujarnya.
Langkah ratifikasi diharapkan bisa menjadi landasan hukum yang kuat untuk menjamin hak dan keselamatan awak kapal perikanan Indonesia di tengah tantangan kerja laut yang berat.
- Penulis :
- Balian Godfrey