Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Tentang Gunung Anak Krakatau, yang Diduga Penyebab Tsunami di Selat Sunda

Oleh Adryan N
SHARE   :

Tentang Gunung Anak Krakatau, yang Diduga Penyebab Tsunami di Selat Sunda

Pantau.com - Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda tengah menjadi sorotan. Pasalnya, gunung yang terbentuk dari letusan 'sang ibu' Krakatau itu disinyalir menjadi penyebab terjadinya tsunami yang terjadi di pesisir Banten dan Lampung pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. 

Kepala BMKG Dwikorita Kurnawati mengatakan pada saat Sabtu sebelum kejadian, terdapat dua peristiwa, pertama adanya potensi gelombang tinggi yang diperkirakan terjadi di rentang 21-25 Desember di Selat Sunda. Kedua, adanya pemberitahuan dari Badan Geologi Kementerian ESDM yang mengatakan pada Jumat, 21 Desember 2018 pukul 13.15 WIB terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau pada level waspada. 

Baca juga: Waspada Gelombang Tinggi di Laut Selat Sunda Hingga 25 Desember

Gunung Anak Krakatau muncul pada tahun 1927, atau 40 tahun setelah letusan Gunung Krakatau.

Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 4-6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). 

Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Saat letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada 26-27 Agustus 1883, dampaknya terasa hingga ke Norwegia dan New York, Amerika Serikat. Dunia pun menjadi gelap sekitar dua hari. Langit di sana mendadak gelap karena tertutup debu. Suara letusannya bahkan terdengar hingga ke Australia dan Afrika. 

Akibat letusan itu membuat tsunami 40 meter yang menewaskan 36 ribu jiwa. Saking dahsyatnya, bahkan letusan itu dianggap 30 ribu kali lipat bom atom.


Kepala  Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, Minggu (23/12/2018), menjelaskan Gunung Anak Krakatau terletak di Selat Sunda adalah gunung api strato tipe A dan merupakan gunung api muda yang muncul dalam kaldera, pascaerupsi paroksimal tahun 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau.

Aktivitas erupsi pasca pembentukan dimulai sejak tahun 1927, pada saat tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut. Tubuh Anak Krakatau muncul ke permukaan laut sejak tahun 2013.

Sejak saat itu dan hingga kini Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi (membangun tubuhnya hingga besar).

Baca juga: BPBD: Korban Tewas Mayoritas Penonton Band Seventeen

Saat ini Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi eksplosif lemah (strombolian) dan erupsi epusif berupa aliran lava.

Pada tahun 2016 letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada tahun 2017 letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Tahun 2018, kembali meletus sejak tanggal 29 Juni 2018 sampai saat ini berupa letusan strombolian.

Letusan pada tahun 2018, precursor letusan 2018 diawali dengan muncul gempa tremor dan peningkatan jumlah gempa embusan dan low frekuensi pada tanggal 18-19 Juni 2018. Jumlah gempa embusan terus meningkat dan akhirnya pada tanggal 29 Juni 2018 Gunung Anak Krakatau meletus.


Lontaran material letusan sebagian besar jatuh di sekitar tubuh Gunung Anak Krakatau atau kurang dari 1 km dari kawah, tetapi sejak tanggal 23 Juli teramati lontaran material pijar yang jatuh di sekitar pantai, sehingga radius bahaya Gunung Krakatau diperluas dari 1 km menjadi 2 km dari kawah.

Aktivitas terkini, tanggal 22 Desember 2018, seperti biasa hari-hari sebelumnya, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1.500 meter di atas puncak kawah.

Baca juga: Jalur Transportasi Anyer-Carita Terputus Usai Diterjang Tsunami

Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami.

Berdasarkan data-data visual dan instrumental potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar dalam radius 2 km dari pusat erupsi. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga tanggal 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada).

Penulis :
Adryan N