Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kemenkes: 49 Persen Balita Stunting Berasal dari Kelompok Sosial Ekonomi Terbawah

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Kemenkes: 49 Persen Balita Stunting Berasal dari Kelompok Sosial Ekonomi Terbawah
Foto: Kelompok termiskin sumbang hampir separuh kasus stunting, Kemenkes dorong intervensi lintas sektor(Sumber: ANTARA/HO-YouTube Kementerian Kesehatan/Kemenkes.).

Pantau - Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa hampir 50 persen dari prevalensi stunting nasional berasal dari kelompok sosioekonomi rendah, menunjukkan urgensi intervensi lintas sektor untuk mengatasi ketimpangan gizi dan kesehatan.

Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, dalam temu media daring Diseminasi Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024.

Data SSGI 2024 mencatat bahwa sebanyak 4,48 juta balita di Indonesia mengalami stunting.

Dari jumlah tersebut, 1,15 juta balita (26 persen) berasal dari kuintil 1 atau kelompok termiskin, dan 1,034 juta balita (23 persen) dari kuintil 2, sehingga totalnya mencapai 49 persen kasus stunting nasional.

Gizi, Infeksi, dan Aksi Terpadu sebagai Kunci Penanganan

Maria menegaskan bahwa dua faktor utama penyebab stunting adalah status gizi dan infeksi, terutama diare, yang harus diatasi melalui intervensi sensitif bersama lintas sektor.

Intervensi sensitif yang dimaksud mencakup perluasan akses bantuan sosial untuk mendukung ketahanan pangan, pemenuhan gizi ibu dan anak, serta program bedah rumah untuk meningkatkan sanitasi.

Ia mencontohkan bahwa ibu hamil tidak cukup hanya makan seperti biasa, melainkan harus meminum tablet tambah darah dan mengonsumsi makanan bergizi karena gizi ibu menentukan kondisi anak yang akan dilahirkan.

Setelah melahirkan, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) hingga anak berusia dua tahun sangat penting untuk mencegah stunting.

Diare menjadi ancaman serius karena merusak permukaan usus dan menurunkan daya serap nutrisi.

Pencegahannya dapat dilakukan melalui imunisasi lengkap, pola hidup bersih dan sehat, serta penyediaan air bersih di tingkat rumah tangga.

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Asnawi Abdullah, menambahkan bahwa penurunan prevalensi gizi kurang sebesar satu persen dapat menurunkan stunting sebesar 1,92 persen.

Sementara itu, penurunan prevalensi diare satu persen bisa berdampak lebih besar, yaitu menurunkan stunting hingga 6,7 persen.

Pemerintah juga mengedepankan aksi konvergensi penanganan stunting yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri, serta didukung skema seperti dana desa dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Penulis :
Balian Godfrey