
Pantau - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menegaskan bahwa pendekatan pidana harus menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan pelaku UMKM.
Penekanan pada Pembinaan Hukum
Pernyataan tersebut disampaikan Maman dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian UMKM dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang berlangsung pada Kamis, 5 Juni 2025, di Jakarta.
Menurut Maman, banyak pengusaha mikro yang masih minim pemahaman hukum, terutama terkait perizinan, legalitas usaha, dan standar produk.
Karena itu, ia menekankan pentingnya pendekatan hukum yang tepat sesuai dengan konteks kasus yang dihadapi pelaku UMKM.
Sebagai contoh, Maman menyinggung kasus Toko Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, yang terjerat hukum karena tidak mencantumkan keterangan kedaluwarsa pada produk yang dijual.
Maman menilai bahwa kasus serupa seharusnya diselesaikan melalui jalur pembinaan, bukan pidana.
Ia menegaskan, "Masalah pelabelan pangan oleh usaha mikro seharusnya ditangani melalui pendekatan administratif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan."
Menurutnya, penggunaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam kasus tersebut tidak tepat karena bersifat lebih umum.
Pendampingan Hukum untuk Jaga Daya Saing UMKM
Untuk mencegah kasus serupa terjadi kembali, Kementerian UMKM bekerja sama dengan KAI dalam memberikan pendampingan hukum kepada pelaku usaha mikro.
Tak hanya perkara pidana, Maman juga menyoroti berbagai potensi persoalan perdata yang dapat dihadapi UMKM, seperti sengketa mitra usaha, masalah karyawan, kekayaan intelektual, hingga persoalan kredit usaha.
Ia merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 7 Tahun 2021 yang memberikan dasar hukum bagi layanan bantuan dan pendampingan hukum kepada UMKM.
Maman menyatakan, “Bantuan hukum sangat penting agar pelaku UMKM tetap produktif dan berdaya saing melalui kemudahan akses hukum dan perlindungan usaha.”
- Penulis :
- Arian Mesa