
Pantau - AstraZeneca bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menggelar edukasi dan sosialisasi tata laksana asma yang menyasar tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat luas.
Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, menyampaikan bahwa pendekatan baru ini berorientasi pada pencegahan dan pengendalian gejala asma secara menyeluruh demi meningkatkan kualitas hidup pasien.
Terapkan Pedoman GINA 2025, Hindari Penggunaan SABA Tunggal
Edukasi yang diberikan mengacu pada pedoman Global Initiative for Asthma (GINA) 2025 yang menyatakan bahwa penggunaan terapi Short-Acting Beta Agonist (SABA) tunggal tidak lagi direkomendasikan.
Sebagai gantinya, GINA menyarankan kombinasi Inhaled Corticosteroid (ICS) dan formoterol yang:
- Dapat meredakan gejala secepat SABA
- Mengurangi peradangan penyebab utama asma
- Menurunkan risiko eksaserbasi dan kematian
Sebanyak 500 dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) telah menerima sosialisasi pedoman ini melalui kolaborasi antara AstraZeneca dan Kemenkes.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan pentingnya memperkuat layanan promotif, preventif, dan berkelanjutan di tingkat puskesmas agar penanganan asma semakin optimal.
Akses Inhalasi Tepat Sasaran, Tangani Asma Sejak Dini
Bersama PDPI, edukasi juga dilakukan kepada 400–500 dokter spesialis paru dengan tema Make Inhaled Treatments Accessible for All.
Sesi edukasi tersebut menekankan beberapa poin krusial:
- Pentingnya penggunaan terapi inhalasi yang tepat
- Risiko penggunaan SABA tunggal yang berlebihan
- Penanganan asma jangka panjang sesuai pedoman GINA 2025
Sekretaris Jenderal PDPI, Anna Rozaliyani, menyatakan bahwa kolaborasi ini bertujuan meningkatkan pemahaman klinis tenaga kesehatan serta mendorong implementasi standar global dalam tatalaksana asma di Indonesia.
Ancaman Asma Masih Tinggi, Perlu Intervensi Dini
Menurut data WHO tahun 2019, sekitar 262 juta orang di dunia hidup dengan asma, dan lebih dari 455 ribu kematian terjadi akibat penyakit ini setiap tahunnya.
Di Indonesia, prevalensi asma tercatat sebesar 1,6 persen.
Namun yang mengkhawatirkan, sekitar 58,3 persen pasien mengalami kekambuhan dalam 12 bulan terakhir.
Jika tidak dikenali dan ditangani secara tepat sejak dini, asma dapat berkembang menjadi kondisi berat dan berisiko menyebabkan kematian.
Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat memperluas akses layanan asma yang berkualitas dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
- Penulis :
- Balian Godfrey