
Pantau - Anggota Komisi XIII DPR RI, Iman Sukri, mempertanyakan langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenham) yang menjamin penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka kasus persekusi retret pelajar Kristen dan perusakan rumah singgah di Kampung Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.
"Kemenham jadi penjamin tersangka itu dasarnya apa? Saya kira ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengecam segala tindakan intoleransi oleh agama mana pun," tegas Iman dalam pernyataannya.
Ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang secara tegas menolak tindakan intoleransi di Indonesia.
Sorotan Terhadap Sikap Kemenham
Iman menegaskan bahwa menjadi penjamin penangguhan penahanan justru memberi kesan Kemenham membiarkan aksi intimidasi terhadap kebebasan beragama.
"Seharusnya Kemenham sebagai institusi negara mengecam tindakan intoleransi yang berpotensi menimbulkan perpecahan antar umat beragama di tanah air," ujarnya.
Menurutnya, negara tidak boleh memberi ruang terhadap tindakan intoleran karena itu melukai nilai demokrasi dan melanggar hak konstitusional warga negara.
"Negara menjamin setiap warga negara dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya, hak dan kebebasan setiap warga negara dalam menjalankan ibadah dijamin oleh UUD 1945," tegas Iman.
Penjelasan Kemenham: Baru Tahap Usulan
Merespons kritik tersebut, Kemenham menyatakan bahwa penjaminan penangguhan penahanan masih dalam bentuk usulan dan belum merupakan kebijakan resmi kementerian.
Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM, Thomas Harming Suwarta, menjelaskan bahwa masukan tersebut disampaikan berdasarkan hasil pemantauan langsung di lokasi.
"Ini baru sebatas usulan, saya memberikan masukan saja setelah saya dan tim melihat dan menemukan dinamika yang ada di lapangan. Sampai saat ini belum ada langkah resmi apa pun atau surat dari kementerian terkait usulan tersebut," katanya.
Kemenham mencatat adanya tindakan intoleransi berupa perusakan rumah yang digunakan sebagai tempat retret pelajar Kristen dan potensi gangguan terhadap stabilitas sosial dan toleransi di wilayah tersebut.
Untuk menyelesaikan persoalan, Kemenham mengusulkan pendekatan keadilan restoratif demi tercapainya rekonsiliasi dan perdamaian antarwarga.
"Kami berpendapat dan mengusulkan bahwa jalan terbaik yang sebaiknya ditempuh adalah jalan rekonsiliasi dan perdamaian melalui restorative justice, yang tentu saja harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Thomas.
Tegaskan Komitmen Terhadap HAM dan Konstitusi
Meski mengusulkan pendekatan damai, Kemenham menegaskan tetap mendukung penegakan hukum terhadap para pelaku persekusi.
Lembaga tersebut merujuk pada Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 serta Pasal 8 dan Pasal 71 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai dasar perlindungan hak setiap warga negara.
"Dan yang juga tidak kalah penting adalah kehendak bersama kita sebagai bangsa yang beragam, bahwa mengelola keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia yang sedemikian kompleks ini tentu perlu hikmat dan kebijaksanaan," pungkas Thomas.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf