
Pantau - Franklin, seorang pendidik dari Biak Numfor, Papua, terpilih sebagai salah satu calon Kepala Sekolah Rakyat yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial bekerja sama dengan Resimen Arhanud 1/Falatehan di Jakarta. Meski sudah menjabat sebagai Kepala SMA Negeri Samber di kampung halamannya, Yendidori, Franklin memilih meninggalkan zona nyaman demi memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak miskin di wilayahnya.
Sekolah Rakyat adalah program pendidikan berasrama gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Bagi Franklin, inilah kesempatan untuk menjadi perpanjangan tangan negara bagi mereka yang paling membutuhkan.
"Kalau Mau Aman, Saya Cukup Bertahan"
"Kalau mau aman, saya cukup bertahan di dengan jabatan di sekolah negeri Samber, tapi ini kan kesempatan untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam membantu mereka masyarakat kami yang paling membutuhkan," kata Franklin.
Ia terinspirasi oleh anak-anak Biak yang semangatnya tinggi, namun kerap terhenti karena hambatan sederhana seperti biaya seragam, transportasi, atau makan.
Seleksi calon kepala Sekolah Rakyat berlangsung ketat, meliputi wawancara, tes psikologi, dan TOEFL — tantangan yang berat, terutama bagi guru-guru dari daerah seperti Franklin. Namun semangatnya tak surut. Ia akhirnya lolos sebagai satu dari 100 calon kepala Sekolah Rakyat tahap pertama, bersama 47 peserta tambahan di tahap kedua.
Selama lima hari retret, Franklin dibekali materi kepemimpinan, manajemen sekolah, hingga latihan kedisiplinan ala militer. Ia menyadari bahwa tugas ini bukan sekadar urusan administratif, tetapi menjadi penggerak dan teladan yang hidup.
Belum Ada Guru, Tapi Sekolah Sudah Ada di Dalam Doa
Lokasi Sekolah Rakyat yang akan dipimpin Franklin telah ditentukan, yakni di lingkungan BKPSDM Kabupaten Biak Numfor. Namun, hingga kini ia belum mengetahui siapa guru pendampingnya, karena belum ada nama dari Papua dalam daftar kelulusan guru tahap awal.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa Surat Keputusan (SK) pengangkatan kepala sekolah akan diterbitkan oleh Kementerian Sosial, dan mereka akan berstatus sebagai staf Kemensos. Adapun guru pendamping akan berasal dari PPPK di daerah atau hasil seleksi terbuka Kemensos.
Menteri Saifullah juga mengakui ada peserta yang mengundurkan diri karena lokasi sekolah yang jauh atau belum jelasnya SK, namun ketersediaan calon tetap mencukupi.
Meski menyadari tantangan di depan mata — mulai dari renovasi gedung hingga kekosongan tenaga pendidik — Franklin tetap berfokus pada esensi perjuangannya: memberi harapan. “Saya belum tahu siapa mereka, tapi mereka sudah ada di dalam doa saya,” ucapnya.
Bagi Franklin, menjadi kepala Sekolah Rakyat adalah janji kepada tanah kelahirannya: bahwa kemiskinan tidak boleh memadamkan mimpi siapa pun. Ia memilih menjadi penjaga janji itu di ujung timur Indonesia — wilayah yang kerap terlupakan, tetapi sarat harapan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf