
Pantau - Komisi III DPR RI menegaskan bahwa partisipasi publik merupakan unsur penting dalam proses penyusunan undang-undang (UU) dan bagian integral dari sistem demokrasi yang sehat.
Kritik Terhadap Minimnya Keterlibatan Publik
Wakil Ketua Komisi III DPR, Sari Yuliati, menyatakan bahwa selama ini pembuatan sejumlah UU kerap mengabaikan kepentingan masyarakat.
Ia menyoroti munculnya protes dan penolakan terhadap beberapa UU karena minimnya pelibatan publik dalam proses penyusunannya.
"Hal ini tentu akan berdampak pada produk UU yang dihasilkan," ungkap Sari.
Menurutnya, partisipasi publik merupakan bagian dari prinsip good governance, yang meliputi akuntabilitas, transparansi, dan keterlibatan masyarakat.
Sari menegaskan bahwa negara tidak dapat disebut demokratis jika partisipasi warganya dalam proses perundang-undangan masih rendah.
Regulasi dan Rekomendasi Legislasi Partisipatif
Dalam skripsinya, Sari pernah meneliti tentang partisipasi publik dalam penyusunan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Perundang-Undangan (UU PPP) sebagai rujukan utama.
Ia menerapkan teori legislasi yang dilengkapi dengan teori partisipasi publik untuk menganalisis seberapa jauh keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut.
Sari menemukan bahwa meskipun proses penyusunan UU KUHP telah berjalan sesuai prosedur, tetap terdapat perdebatan dan kritik di masyarakat.
Oleh karena itu, ia merekomendasikan agar pemerintah tidak membatasi ruang partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU.
"Partisipasi publik (meaningful participation) sekurang-kurangnya dipenuhi dalam tahap pengajuan RUU, pembahasan, serta persetujuan bersama antara DPR dan presiden," katanya.
Ia menegaskan bahwa partisipasi publik di setiap tahap proses legislasi mencerminkan pengakuan terhadap suara dan keberadaan masyarakat.
UUD 1945 dan UU PPP telah menjamin hak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, pembentukan UU akan lebih aspiratif dan berkualitas jika memperhatikan aspirasi masyarakat secara terbuka dan inklusif.
Sari juga mengingatkan pentingnya aspek transparansi, sebagaimana diatur dalam Pasal 96 ayat 4 UU PPP.
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap rancangan perundang-undangan harus dapat diakses oleh masyarakat secara mudah.
"Dengan akses yang mudah, masyarakat bisa memberikan masukan secara lisan maupun tertulis," jelasnya.
Sari menegaskan bahwa masyarakat yang aktif memberikan masukan berhak mengetahui perkembangan proses penyusunan peraturan perundang-undangan secara terbuka.
- Penulis :
- Aditya Yohan