billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Himsataki Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Perjanjian Kerja Sama Penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Himsataki Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Perjanjian Kerja Sama Penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah
Foto: Himsataki Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Perjanjian Kerja Sama Penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah(Sumber: ANTARA FOTO)

Pantau - Ketua Dewan Pengawas Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki), Yunus Yamani, mengingatkan agar pemerintah bersikap lebih hati-hati dalam menyusun dan menandatangani perjanjian kerja sama penempatan dan perlindungan pekerja migran domestik, terutama ke kawasan Timur Tengah.

Soroti Kelemahan Perjanjian 2014 Indonesia–Arab Saudi

Peringatan ini merujuk pada perjanjian kerja sama tahun 2014 antara Pemerintah Indonesia yang saat itu diwakili oleh Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang diwakili Menteri Tenaga Kerja Adel M. Fakih.

"Isi Perjanjian 2014 itu ada kemajuan, tapi banyak catatan," ungkap Yunus Yamani.

Perjanjian tersebut bertujuan memperkuat perlindungan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan memastikan kontrak kerja sesuai dengan hukum kedua negara.

Dalam Pasal 2 hingga 4, perjanjian mengatur kewajiban kedua negara untuk menyediakan pelatihan, menjamin perlindungan terhadap dokumen pribadi pekerja, dan membentuk sistem bantuan darurat 24 jam.

Kontrak kerja wajib mencantumkan informasi lengkap seperti jenis pekerjaan, lokasi kerja, upah, waktu kerja, serta hak cuti guna mencegah praktik kerja eksploitatif.

Pemerintah Indonesia juga diwajibkan memberi pelatihan pra-penempatan, termasuk edukasi tentang budaya dan sosial Arab Saudi agar tidak terjadi kesalahpahaman di lapangan.

Namun, Yunus mencatat sejumlah kelemahan serius pada isi perjanjian, seperti tidak adanya sanksi tegas jika terjadi pelanggaran, banyak klausul yang hanya bersifat imbauan, serta tidak adanya sistem audit berkala oleh pihak ketiga seperti asosiasi P3MI atau PPTKIS.

Selain itu, kompensasi bagi pekerja yang dirugikan tidak diatur secara rinci, dan batas usia pekerja 21–55 tahun dinilai terlalu membatasi.

Usulan Perbaikan: Tegaskan Aturan, Perluas Perlindungan

Yunus Yamani mengusulkan agar pemerintah menambahkan sejumlah poin penting dalam perjanjian baru mendatang.

Ia menyarankan agar mekanisme pengaduan dibuat mudah diakses secara daring, seperti melalui aplikasi digital, serta semua klausul menggunakan kata kerja yang bersifat tegas seperti "wajib".

Ia juga meminta agar asosiasi pelaksana penempatan pekerja migran seperti P3MI dilibatkan secara resmi dalam pengawasan pelaksanaan perjanjian secara berkala.

Selain itu, jalur hukum dan bentuk pendampingan harus diatur secara jelas untuk menjamin perlindungan pekerja migran yang menghadapi pelanggaran kontrak.

"Pemerintah perlu menambahkan kewajiban pemberi kerja untuk menyediakan asuransi jiwa dan kecelakaan kerja, serta mempertimbangkan revisi batas usia calon pekerja agar lebih fleksibel," tegasnya.

"Kami harap Pemerintah Indonesia lebih cermat dan tegas dalam menyusun perjanjian baru, agar pekerja migran kita benar-benar mendapatkan perlindungan maksimal di negara penempatan," pungkasnya.

Penulis :
Aditya Yohan