
Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, mendesak agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk menjamin perlindungan hukum bagi jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia.
Ia menilai percepatan pembahasan RUU PPRT mendesak karena hingga saat ini pekerja rumah tangga (PRT) belum diakui secara adil dalam kerangka hukum ketenagakerjaan nasional.
"Kenapa Undang-Undang PPRT penting? Karena di dalam ketenagakerjaan kita, Undang-Undang 13 Tahun 2003 itu, itu sangat diskriminatif. Pekerja hanya mereka yang bergerak di sektor barang dan jasa, di luar itu tidak pernah diakui sebagai pekerja," ujar Willy.
Perlindungan PRT Dinilai Masih Lemah dan Diskriminatif
Willy menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi PRT saat ini hanya bersandar pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, bukan undang-undang, yang menurutnya merupakan persoalan mendasar karena menyangkut hak asasi manusia.
RUU PPRT, menurutnya, merupakan lex specialis yang mirip dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) karena fokus pada perlindungan kelompok rentan.
"RUU PPRT boleh dibilang dia lex specialis karena dia memiliki bentuk yang hampir mirip dengan UU TPKS, tapi yang paling fundamental kita cuma ingin memberikan perlindungan," katanya.
Ia menyebut bahwa salah satu tantangan besar dalam pembahasan RUU ini adalah anggapan bahwa eksploitasi PRT merupakan urusan domestik, bukan publik.
"Ini dibentengi oleh tingginya dan tebalnya urusan domestik sehingga kita undang kawan-kawan dulu untuk duduk bersama agar undang-undang ini tidak dipukul rata," jelasnya.
Target 1 Agustus dan Janji Presiden
Willy mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah berjanji RUU PPRT akan rampung dalam waktu tiga bulan sejak Hari Buruh Internasional, sehingga tenggat waktunya adalah 1 Agustus 2025.
"Kalau mendukung kan jangan lain di bibir lain di hati. Kita kan mengkonfirmasi orang sederhana saja, di tindakan. 1000 kata-kata tidak jadi apa-apa, tapi satu tindakan bisa merubah apapun," tegasnya.
Pernyataan ini sekaligus menanggapi Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan yang sebelumnya menyebut bahwa batas waktu tiga bulan tidak mengacu pada kalender hari kerja karena adanya masa reses DPR.
Willy menekankan pentingnya menjadikan undang-undang pro rakyat seperti RUU PPRT sebagai prioritas dalam legislasi nasional.
"Jadi bagaimana proses yang harus kita bangun ini adalah, jangan kemudian kita berat sebelah. Hidup ini kan harus balancing, undang-undang yang pro rakyat mengurus orang banyak ini harus kita jadikan produk. Jangan hanya undang-undang yang lain," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa DPR adalah rumah rakyat dan walaupun terjadi perbedaan pandangan politik, perjuangan untuk perlindungan pekerja rumah tangga harus terus dilanjutkan.
"DPR kan rumah rakyat, ini pertarungan politik, memang konsekuensi logis dari DPR kan, ada yang sepakat, ada yang enggak. Tapi setidak-tidaknya, kita bisa belajar bahwa periode 2024 adalah periode paling progresif dari UU PPRT," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan