billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketua Komisi XIII DPR Minta Kasus Kekerasan Seksual di Unsoed Ditangani dengan UU TPKS, Bukan Sekadar Sanksi Administratif

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Ketua Komisi XIII DPR Minta Kasus Kekerasan Seksual di Unsoed Ditangani dengan UU TPKS, Bukan Sekadar Sanksi Administratif
Foto: (Sumber: Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya. Foto: dok/vel)

Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyatakan keprihatinannya atas dugaan kekerasan seksual oleh seorang guru besar terhadap mahasiswinya di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, dan meminta agar kasus tersebut ditangani secara serius dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

DPR Desak Penegakan UU TPKS dalam Kasus di Unsoed

Willy menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan sanksi administratif berdasarkan Permenristekdikti.

"Kasus yang terjadi di Unsoed tidak bisa menggunakan Permenristekdikti yang hanya menghukum secara administratif. Prilaku tidak beradab di lingkungan pendidikan sudah semestinya ditindak sangat tegas dengan UU TPKS," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam hukum, semua orang memiliki kedudukan yang sama.

"Mau dia guru besar atau tukang parkir, semua sama di hadapan hukum," ujarnya.

Rektorat Unsoed sendiri telah membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari tujuh orang untuk menangani kasus tersebut.

Sementara itu, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan awal meskipun hingga kini belum ada laporan resmi yang masuk.

Willy menyayangkan bahwa meski UU TPKS telah disahkan tiga tahun lalu, belum ada satu pun pelaku kekerasan seksual yang dijerat dengan undang-undang tersebut.

Seruan Pembaruan Regulasi dan Komitmen Tegas Penanganan Kasus

Menurut Willy, UU TPKS sudah mencakup aspek penghukuman pelaku, pemenuhan rasa keadilan bagi korban, mekanisme hukum acara, hingga rehabilitasi.

"Bahkan bukan hanya soal menghukum pelaku, perbaikan rasa keadilan bagi korban dan mekanisme hukum acara serta rehabilitasi pun tersedia," katanya.

Ia menambahkan bahwa kampus seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan bebas kekerasan seksual.

"Kampus harusnya menjadi avant garde memajukan peradaban tanpa kekerasan seksual," tegasnya.

Sebagai Ketua Komisi XIII DPR yang membidangi urusan Hak Asasi Manusia (HAM), Willy juga mendorong pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana dan teknis dari UU TPKS yang belum sepenuhnya tersedia.

"UU TPKS ini menempatkan korban sebagai mahkota pengungkapan kasus. Jadi tidak bisa berlama-lama mencari bahan untuk diperiksa, sementara pelaku masih berkeliaran," jelasnya.

Ia memperingatkan bahwa penundaan dalam penanganan kasus sama saja dengan memberikan hukuman tambahan kepada korban.

Willy juga menekankan pentingnya kerja kolaboratif dan keseriusan semua pihak, mulai dari masyarakat hingga aparat penegak hukum.

"Kerja kolaboratif dan komitmen itu penting. Kalau hanya menunggu, kita akan memperpanjang barisan korban. Maka perlu tindakan progresif," katanya.

"Masyarakat menggunakan UU TPKS sebagai dasar laporan, aparat penegak hukum menangani dengan menemukan praktek hukum, demikian juga dengan hakim dan semua pihak terkait," ia menambahkan.

Willy menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus kekerasan seksual, termasuk di Unsoed, sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosialnya sebagai anggota DPR.

"DPR akan terus pantau kasus di Unsoed dan lainnya. Kita perlu mengikatkan komitmen bahwa kasus-kasus serupa harus selesai dengan mekanisme yang disediakan oleh UU TPKS," tutupnya.

Tag:

Penulis :
Ahmad Yusuf