billboard mobile
HOME  ⁄  Nasional

Kasus Ismanto di Pekalongan Ungkap Pentingnya Perlindungan Data dalam Sistem Perpajakan

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Kasus Ismanto di Pekalongan Ungkap Pentingnya Perlindungan Data dalam Sistem Perpajakan
Foto: (Sumber: Petugas melayani konsultasi wajib pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (5/8/2025). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa)

Pantau - Kasus viral yang menimpa Ismanto, seorang buruh jahit harian lepas di Pekalongan, Jawa Tengah, membuka mata publik tentang pentingnya perlindungan data pribadi dan edukasi perpajakan di tengah masyarakat.

Transaksi Fiktif Rp2,9 Miliar dan Klarifikasi Petugas Pajak

Kisah ini bermula ketika media sosial diramaikan oleh informasi bahwa Ismanto tercatat dalam data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki transaksi pembelian kain senilai Rp2,9 miliar.

Data tersebut membuat petugas dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan mendatangi rumah Ismanto untuk melakukan klarifikasi.

Dugaan awal mengarah pada penyalahgunaan data pribadi oleh pihak lain, dengan kemungkinan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik Ismanto digunakan tanpa sepengetahuannya.

Pihak KPP menyatakan bahwa kedatangan mereka hanya untuk klarifikasi data melalui prosedur Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), bukan untuk melakukan penagihan pajak.

Namun, Ismanto dan keluarganya terkejut dan mengalami tekanan psikologis karena informasi tersebut sangat bertentangan dengan kondisi ekonomi mereka.

Pendapatan Ismanto yang rendah membuat dugaan transaksi miliaran rupiah terasa tidak masuk akal.

Refleksi atas Perlindungan Data, Kepercayaan Publik, dan Kepastian Hukum

Kasus ini menjadi pelajaran penting dalam tiga aspek utama sistem perpajakan: perlindungan data pribadi, kepercayaan publik, dan kepastian hukum.

Dari aspek perlindungan data, kasus ini menunjukkan betapa rentannya identitas warga disalahgunakan.

Sebagai instrumen negara, sistem pajak sangat bergantung pada keakuratan data.

Kebocoran atau penyalahgunaan data tidak hanya merugikan warga, tapi juga berdampak langsung pada rasa aman dan hak sipil mereka.

Dalam hal kepercayaan publik, kemunculan informasi bahwa seorang tukang jahit bisa “ditagih” pajak miliaran rupiah menimbulkan ketakutan dan stigma negatif terhadap otoritas pajak.

Padahal, klarifikasi SP2DK adalah prosedur awal untuk mengonfirmasi ketidaksesuaian data, bukan proses penagihan.

Namun, minimnya pemahaman masyarakat membuat prosedur ini rawan disalahartikan.

Kepercayaan merupakan modal penting dalam sistem perpajakan berbasis self-assessment, di mana warga diberi kepercayaan untuk secara sukarela melaporkan dan membayar pajaknya.

Dari sisi kepastian hukum, regulasi sebenarnya sudah tegas.

Tidak ada proses penagihan tanpa pemeriksaan dan klarifikasi lebih dulu, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Namun, rendahnya literasi pajak membuat banyak warga keliru memahami tahapan ini.

Pentingnya Edukasi dan Penguatan Sistem Deteksi Penyalahgunaan Data

Kasus Ismanto menjadi pengingat akan pentingnya edukasi publik tentang prosedur perpajakan dan perlunya literasi pajak yang lebih luas.

Sistem deteksi dini terhadap penyalahgunaan identitas juga perlu terus diperkuat oleh otoritas terkait.

Tanpa langkah korektif yang serius, kasus serupa berisiko terulang dan menimbulkan korban baru, sekaligus menggerus legitimasi sistem perpajakan nasional.

Penulis :
Ahmad Yusuf