
Pantau - Generasi muda Indonesia kini membentuk dunianya sendiri melalui budaya visual, estetika, dan gaya hidup yang tersebar lewat komunitas, media sosial, dan tren seperti gigs, filter analog, hingga thrifting.
Istilah "anak skena" pun mengalami perluasan makna, tak lagi terbatas pada pecinta musik indie, tetapi juga merujuk pada siapa pun yang menjalani budaya kurasi diri—mulai dari pilihan gaya, komunitas, hingga aktivitas digital.
Estetika Jadi Bahasa Ekspresi, Tapi Dimanfaatkan Industri Rokok
Estetika telah menjadi bahasa utama generasi muda.
Pemilihan outfit, konsumsi merek tertentu, warna, dan gaya hidup kini menjadi bentuk ekspresi diri yang menunjukkan identitas dan pencarian jati diri.
Namun, tren ini juga menghadirkan tantangan serius ketika dimanfaatkan industri yang mempromosikan produk adiktif melalui pendekatan visual.
Industri rokok, khususnya rokok elektronik atau vape, menggunakan strategi pemasaran yang sangat estetis untuk menarik perhatian generasi muda.
Desain kemasan minimalis, warna pastel, dan nama-nama rasa seperti ice burst atau cotton candy membuat produk rokok tampak lucu dan menarik—bukan berbahaya.
Dalam satu dekade terakhir, konsumsi rokok elektronik di kalangan muda meningkat hingga 10 kali lipat.
Di media sosial, 51 persen remaja usia 13–15 tahun mengaku pernah melihat promosi rokok, dan 41 persen di antaranya melihatnya melalui influencer.
Bahkan, anak-anak sekolah dasar kini sudah familiar dan bangga menyebut merek vape, menunjukkan tingkat normalisasi yang mengkhawatirkan.
Iklan Rokok Naik Drastis, Kemerdekaan Anak Muda Terancam
Keterpaparan ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan hasil strategi industri rokok yang terus berkembang.
Data menunjukkan bahwa iklan, promosi, dan sponsorship rokok di media sosial meningkat drastis dari 1,9 persen pada 2011 menjadi 21,4 persen pada 2021.
Fakta lainnya, pelajar yang bersekolah di dekat iklan rokok memiliki kemungkinan 2,8 kali lebih tinggi untuk mulai merokok.
Fenomena ini menandakan adanya infiltrasi visual yang sistematis ke dalam ruang-ruang tumbuh generasi muda.
Di tengah kebebasan berekspresi yang terus diperjuangkan, muncul pertanyaan penting: sejauh mana kebebasan ini bisa melindungi generasi muda dari adiksi?
Penutup artikel ini menegaskan bahwa kemerdekaan sejati bagi anak muda bukan hanya tentang bebas berekspresi secara visual dan digital, tetapi juga kebebasan dari adiksi serta intervensi industri yang merusak potensi dan ruang tumbuh sehat mereka.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf