
Pantau - Sebanyak tujuh warga Suku Badui Dalam dan Badui Luar di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa jenis ular tanah (Calloselasma rhodostoma) sejak Januari hingga 15 Agustus 2025.
"Semua warga Suku Badui yang meninggal akibat gigitan ular berbisa itu, karena keterlambatan dilarikan ke rumah sakit," ujar Koordinator Sahabat Relawan Indonesia (SRI), Muhammad Arif Kirdiat, di Lebak, Banten.
Dalam sepekan terakhir, dua korban terbaru yaitu Jambu (20) dan Sarman (33) turut meninggal dunia setelah digigit ular berbisa.
Aktivitas Pertanian Tingkatkan Risiko Gigitan
Saat ini masyarakat Badui tengah menjalani kalender adat untuk membuka lahan pertanian ladang dengan cara membabat pohon dan rerumputan di kawasan perbukitan.
Potongan kayu dan ilalang yang dikumpulkan nantinya dibakar untuk dijadikan pupuk organik bagi lahan pertanian.
Aktivitas tersebut meningkatkan potensi terjadinya serangan ular, karena hewan melata itu kerap bersembunyi di semak dan rerumputan yang dibersihkan warga.
"Kami minta warga Badui agar waspada gigitan ular berbisa, terlebih curah hujan masih berpotensi terjadi siang hingga malam hari," kata Arif.
Data SRI mencatat sejak awal tahun hingga 10 Agustus 2025, terdapat 49 warga Badui yang menjadi korban gigitan ular tanah.
Dari jumlah tersebut, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia akibat keterlambatan penanganan dan minimnya ketersediaan serum Anti Bisa Ular (ABU) di puskesmas sekitar permukiman Badui.
Krisis Serum dan Peran Klinik SRI
Muhammad Arif menyoroti bahwa kematian korban gigitan ular disebabkan langkanya serum ABU serta kurangnya kecepatan informasi dari keluarga korban kepada tenaga medis.
"Kami mengimbau warga Badui jika ada yang menjadi korban gigitan ular berbisa agar cepat melapor ke petugas medis di tiga pos Klinik SRI untuk mendapatkan pengobatan," ujarnya.
Seorang warga Badui Luar bernama Ambu Sarna menceritakan pengalamannya yang berhasil selamat dari gigitan ular setelah segera menghubungi petugas medis SRI.
"Kami sekarang sudah kembali sembuh dan kini membuka pertanian ladang, karena bulan September mendatang tanam padi gogo atau padi huma," katanya.
- Penulis :
- Aditya Yohan











