Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Reformasi Akreditasi Panti Asuhan, Targetkan Nol Persen Kemiskinan Ekstrem pada 2026

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Pemerintah Reformasi Akreditasi Panti Asuhan, Targetkan Nol Persen Kemiskinan Ekstrem pada 2026
Foto: (Sumber: Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bersama Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) saat memimpin rapat di Kantor Kemenko Pemas, Jakarta, Selasa (19/8/2025). Pertemuan ini menegaskan pentingnya reformasi akreditasi panti asuhan berbasis kualitas dengan mekanisme reward dan punishment yang jelas. ANTARA/HO-Biro Humas Kemensos)

Pantau - Pemerintah menegaskan perlunya reformasi sistem akreditasi panti asuhan agar tidak lagi menjadi formalitas semata, melainkan menjadi alat pengukur kualitas layanan pengasuhan anak yang sesungguhnya.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf dalam rapat koordinasi di Kantor Kemenko PM, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Akreditasi Jadi Alat Evaluasi, Bukan Administrasi

Dalam rapat tersebut, pemerintah menyepakati bahwa akreditasi panti asuhan harus didasarkan pada mekanisme reward dan punishment yang jelas.

“Kalau akreditasi tidak memberi insentif atau sanksi, orang enggan memperbaiki layanan. Ini yang akan kita ubah,” ujar Saifullah.

Kementerian Sosial mencatat masih banyak Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang tidak memiliki akreditasi, bahkan terdapat lebih dari 2.000 lembaga fiktif yang hanya bermodal papan nama.

Data juga menunjukkan bahwa lebih dari 85 persen anak di panti bukan yatim piatu, namun masih memiliki salah satu orang tua.

Sebagai langkah konkret, Kementerian Sosial tengah merevisi Peraturan Menteri Sosial (Permensos) agar akreditasi berfungsi sebagai alat penjamin mutu pengasuhan.

LKS yang tidak memenuhi standar akan dikenai sanksi tegas, sementara yang memenuhi standar akan mendapatkan penghargaan.

Perbaikan Data dan Digitalisasi Bansos Jadi Prioritas

Muhaimin menambahkan bahwa dana sosial dan filantropi masyarakat harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

Penyaluran bantuan sosial juga diwajibkan mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) agar tidak salah sasaran.

Selama ini, data kemiskinan tersebar di berbagai kementerian dan lembaga dengan kriteria berbeda, yang menyebabkan inefisiensi tinggi.

Sebagai contoh, data menunjukkan bahwa penyaluran bansos dari Kemensos tidak tepat sasaran sebesar 45 persen, sementara subsidi BBM salah sasaran hingga 82 persen.

Untuk mengatasi hal ini, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2025 yang menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga utama dalam verifikasi dan validasi data kemiskinan nasional.

“Kalau masing-masing pakai data sendiri, masalah tidak akan selesai. Kritik boleh, masukan boleh, tapi semua harus berbasis BPS,” tegas Muhaimin.

Pemerintah juga tengah menyiapkan digitalisasi bantuan sosial melalui aplikasi berbasis Payment ID dari Bank Indonesia, yang dikembangkan oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN).

Uji coba sistem ini telah dilakukan di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan skema conditional cash transfer untuk kebutuhan dasar seperti sembako.

Sekolah Rakyat Jadi Miniatur Penanggulangan Kemiskinan

Selain perbaikan sistem bansos, pemerintah juga mengandalkan Program Sekolah Rakyat yang kini telah berkembang di 165 titik sebagai model penanggulangan kemiskinan ekstrem yang terpadu.

Program ini mengintegrasikan pendidikan anak, pemberdayaan ekonomi orang tua melalui koperasi Desa Merah Putih, perbaikan rumah, bantuan kesehatan, dan bantuan sosial keluarga.

Kemensos dan Kemenko PM menegaskan bahwa reformasi akreditasi panti, digitalisasi bansos, dan penguatan Program Sekolah Rakyat merupakan bagian dari strategi nasional menuju nol persen kemiskinan ekstrem pada 2026.

Penulis :
Aditya Yohan