
Pantau - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendorong pemerintah daerah untuk menjadi pelopor dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, sebagai langkah strategis dalam menjaga kelestarian pesisir Indonesia.
Festival Mangrove Jatim Jadi Simbol Kolaborasi Nasional
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Deputi Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan (TLSDAB) KLH, Sigit Reliantoro, dalam rangkaian Festival Mangrove Jawa Timur ke-VII yang digelar di Pantai Tambak Bahak, Desa Curahdringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Selasa, 19 Agustus 2025.
Festival tersebut menjadi simbol kuat kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga ekosistem pesisir melalui aksi nyata.
Kegiatan di antaranya meliputi penanaman 17.845 bibit mangrove, pelepasan 300 bibit ikan dan kepiting, serta pelepasliaran empat pasang burung air.
KLH memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Gubernur Khofifah Indar Parawansa atas kontribusi aktif dalam pengelolaan mangrove di wilayahnya.
"Kami berharap Ibu Khofifah juga dapat menjadi pelopor bersama Kementerian Lingkungan Hidup/BPLH dalam mengimplementasikan PP Nomor 27 tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Mangrove. Kepemimpinan daerah yang visioner seperti inilah yang akan mempercepat upaya nasional dalam menjaga sabuk hijau pesisir," ujar Sigit.
Mangrove Jadi Benteng Ekologi dan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Gubernur Khofifah dalam sambutannya menegaskan bahwa komitmen Jawa Timur terhadap ekosistem mangrove bukan sekadar simbolis, tetapi menjadi bagian dari strategi perlindungan lingkungan dan ekonomi masyarakat pesisir.
"Mangrove bukan hanya rumah bagi tumbuhan dan satwa, tetapi juga benteng kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir. Melindungi mangrove berarti kita melindungi keseimbangan alam dan keberlanjutan ekonomi rakyat," tegas Khofifah.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2024, Indonesia memiliki luas hutan mangrove mencapai 3.440.464 hektare.
Jawa Timur sendiri menyumbang 30.839,3 hektare atau 48,38 persen dari total luas mangrove di Pulau Jawa.
Kawasan Bahak-Tongas di Probolinggo tercatat memiliki delapan spesies mangrove dengan cadangan karbon mencapai 432–609 ton per hektare, menjadikannya laboratorium alami karbon biru yang penting bagi pengendalian perubahan iklim.
Namun, ekosistem mangrove di Jawa Timur juga menghadapi berbagai tantangan serius.
Di antaranya adalah abrasi di wilayah pesisir Lamongan dan Tuban, serta dampak urbanisasi yang menyebabkan penyusutan kawasan mangrove di Surabaya.
Pencemaran plastik di Pantai Kenjeran turut memunculkan ancaman baru berupa mikroplastik yang ditemukan dalam tubuh kerang hijau.
KLH menegaskan bahwa keberhasilan pelestarian mangrove sangat bergantung pada peran aktif dan kepemimpinan pemerintah daerah dalam mengintegrasikan perlindungan lingkungan dengan pembangunan berkelanjutan.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan