Pantau - Aqsa Working Group (AWG) resmi memberangkatkan empat relawan asal Indonesia untuk bergabung dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla yang bertujuan menembus blokade Israel di Gaza.
Para relawan ini akan bergabung dengan ratusan aktivis kemanusiaan dari 44 negara dalam armada lebih dari 40 kapal.
Misi Kemanusiaan Global Hadapi Blokade Israel
Ketua Presidium AWG, Muhammad Anshorullah, menyatakan bahwa keberangkatan ini merupakan bagian dari perlawanan global terhadap penindasan Zionis.
"Flotilla kali ini tidak hanya satu kapal, melainkan lebih dari 40 kapal. Ini adalah simbol perlawanan global terhadap Zionisme internasional," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa pengiriman relawan Indonesia mencerminkan komitmen AWG dalam mendukung pembebasan Al-Aqsa dan Palestina.
Menurutnya, Sumud Flotilla adalah gerakan sipil global sebagai respons atas genosida di Palestina dan kegagalan para pemimpin dunia menghentikan kejahatan Zionis Israel.
Armada internasional ini akan diberangkatkan secara bertahap, dengan keberangkatan awal dari Spanyol pada 31 Agustus 2025, disusul Tunisia dan beberapa pelabuhan lainnya pada 4 September 2025.
Negara-negara yang berpartisipasi antara lain Indonesia, Malaysia, Amerika Serikat, Brasil, Italia, Maroko, Sri Lanka, Tunisia, Belanda, dan Kolombia.
Koalisi Internasional dan Peran AWG
Misi ini merupakan kelanjutan dari gerakan Freedom Flotilla sebelumnya seperti Madleen dan Handala, dan digerakkan oleh empat koalisi besar: Maghreb Sumud Flotilla, Global Movement to Gaza, Freedom Flotilla Coalition, dan Sumud Nusantara.
AWG merupakan bagian dari Sumud Nusantara, koalisi negara-negara Asia, dengan posisi sebagai Country Director Indonesia.
Tugas AWG mencakup koordinasi konvoi darat, aksi damai, serta pengiriman relawan.
Acara pelepasan delegasi Sumud Flotilla telah digelar pada 23 Agustus 2025 di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Blokade terhadap Gaza yang diberlakukan Israel sejak 2007 telah mengubah wilayah tersebut menjadi penjara terbuka terbesar di dunia.
Pembatasan mencakup akses terhadap pergerakan manusia, pasokan obat-obatan, bahan bakar, dan pangan.
Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa 80 persen penduduk Gaza kini bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Tingkat pengangguran melampaui 50 persen dan sistem kesehatan berada di ambang kehancuran.
Situasi di Gaza semakin memburuk sejak agresi brutal Zionis Israel pada 7 Oktober 2023, yang oleh berbagai lembaga HAM internasional dinilai sebagai kejahatan perang dan genosida.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
