
Pantau - Polda Bali membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 12 anak buah kapal (ABK) KM Awindo 2A di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali.
Modus Perekrutan Melalui Media Sosial
Para korban direkrut dari Pulau Jawa dengan iming-iming pekerjaan menarik yang ditawarkan melalui media sosial.
"Perekrut menggunakan medsos dengan penawaran kerja yang menarik, kemudian dijemput, dibiayai perjalanannya, dikumpulkan di sebuah tempat di Pekalongan lalu seluruhnya dibawa ke Pelabuhan Benoa," ungkap penyidik.
Awalnya, mereka dijanjikan bekerja di Unit Pengelolaan Ikan (UPI) atau perusahaan di Jakarta, Pekalongan, dan Surabaya dengan skema bebas biaya calo.
Namun, kenyataannya mereka justru ditempatkan sebagai ABK di kapal penangkap cumi KM Awindo 2A yang beroperasi di area fishing ground dekat Papua dan Laut Aru.
Terungkap Berkat Laporan ABK
Kasus ini terungkap pada 29 Juli 2025 setelah salah satu ABK meminta evakuasi kepada Basarnas Bali sehingga menimbulkan kecurigaan petugas.
Tim Subdit 4 Ditreskrimum Polda Bali kemudian melakukan penelusuran dan audiensi dengan para ABK menggunakan lembar testimoni Rise & Speak dari Direktorat Tipid PPA-PPO Bareskrim Polri.
Hasilnya, ditemukan indikasi penjeratan hutang, penipuan, serta metode perekrutan yang memanfaatkan status kelompok rentan.
Tim akhirnya menawarkan evakuasi, dan sebagian besar ABK setuju untuk dievakuasi.
Kondisi Memprihatinkan Para Korban
Setelah diperiksa di RPK Polda Bali, korban yang berusia 18–23 tahun itu ditemukan mengalami kondisi kerja tidak layak.
"Tanda pengenalnya (KTP) dan handphone mereka dirampas, dipaksa bekerja tanpa kontrak kerja dan kepastian hak/jaminan kerja dan tanpa memperhatikan K3 (kesehatan & keselamatan kerja)," ungkap penyidik.
Mereka hanya diberi enam bungkus mie untuk sekali makan, yang dibagi hingga tiap orang hanya mendapat dua sendok mie.
Selain itu, para ABK terpaksa meminum air tawar mentah dari palka penyimpanan kapal, hidup tanpa penerangan, dan disekap di kapal yang berlabuh di tengah perairan Benoa sehingga akses ke daratan sangat terbatas.
Janji Manis dan Upah Tak Sesuai
Berdasarkan keterangan korban, mereka dijanjikan kasbon Rp6 juta sebelum mulai bekerja, namun hanya menerima sekitar Rp2,5 juta karena dipotong biaya calo, sponsor, administrasi, cetak KTP, dan perjalanan.
Selain itu, para korban dijanjikan gaji Rp3,4 juta per bulan, tetapi kenyataannya hanya menerima Rp35 ribu per hari.
Hal ini membuat mereka merasa tertipu, kecewa, ketakutan, dan khawatir dicelakai jika kapal meninggalkan Pelabuhan Benoa.
Penyelidikan Masih Berlanjut
Polda Bali hingga kini belum menjelaskan sejak kapan para korban bekerja, siapa pemilik kapal, maupun siapa perekrut mereka.
Belum ada tersangka yang ditetapkan, namun polisi memastikan perburuan pelaku TPPO masih berjalan.
"Penyidik sedang bekerja keras untuk membuat terang perkara ini, mohon doa dan dukungan semua pihak agar kejahatan luar biasa terhadap rasa kemanusiaan ini bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, objektif dan memberikan rasa adil bagi semua pihak," ungkap penyidik.
- Penulis :
- Arian Mesa