billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Prosesi Langka "Jejak Banon" Digelar di Yogyakarta, Simbol Semangat Budaya Jawa dan Islam

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Prosesi Langka "Jejak Banon" Digelar di Yogyakarta, Simbol Semangat Budaya Jawa dan Islam
Foto: (Sumber: Bek sayap Timnas Polandia Matty Cash (2) melepaskan tendangan ke gawang Timnas Belanda pada pertandingan Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Eropa di Stadion Feyenoord, Rotterdam, Kamis (4/9/2025). uefa.com/pri.)

Pantau - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memimpin langsung prosesi langka Jejak Banon pada Kamis malam, 4 September 2025, di sisi selatan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta sebagai bagian dari rangkaian Hajad Dalem Sekaten Tahun Dal 1959 untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Hanya Digelar Setiap Delapan Tahun Sekali

Prosesi Jejak Banon hanya dilaksanakan setiap delapan tahun sekali, tepatnya ketika memasuki Tahun “Dal” dalam penanggalan Jawa.

"Ini hanya diadakan hanya pada saat Tahun 'Dal' saja," ujar Koordinator Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumanegara.

Ia menjelaskan bahwa prosesi tersebut mengenang peristiwa sejarah saat Pangeran Mangkubumi menyelamatkan diri dari musuh seusai salat Jumat di Masjid Gedhe.

Secara filosofis, Jejak Banon merupakan simbol semangat budaya Jawa dan Islam dalam mendobrak tatanan lama yang berkaitan dengan pemahaman keagamaan.

"Ini membuka cakrawala baru bagi orang Jawa terhadap agama (Islam) yang baru masuk di tanah Jawa ini," tambah Kusumanegara.

Jejak Banon: Dari Sedekah Raja Hingga Reruntuhan Bata yang Diburu

Sebelum memulai prosesi inti, Sri Sultan HB X yang mengenakan surjan biru bermotif bunga-bunga menyebarkan udhik-udhik berupa beras, biji-bijian, uang logam, dan bunga di area Pagongan Kidul, Pagongan Lor, serta dalam masjid.

Tradisi ini melambangkan sedekah raja kepada rakyat dan abdi dalem.

Setelah itu, Sultan dan keluarga mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW oleh Penghulu Keraton.

Sekitar pukul 22.00 WIB, Sultan berjalan ke arah pintu butulan di sisi selatan masjid untuk melaksanakan prosesi inti Jejak Banon.

Dalam prosesi tersebut, Sultan merobohkan tumpukan batu bata yang menutup pintu butulan dengan dorongan tangan.

Ia kemudian melangkahi pecahan bata sebagai simbol keberangkatan kembali ke keraton.

Ratusan warga dan wisatawan turut menyaksikan prosesi sakral ini secara langsung.

Reruntuhan bata menjadi rebutan warga karena dipercaya memiliki makna dan nilai simbolik.

Yudha (35), warga Ambarketawang, Sleman, mengaku datang sejak sore demi menjaga kelestarian budaya.

"Saya sebagai orang Jawa pengin nguri-uri budaya Jawa di tengah arus modernisasi. Dalam kultur Jawa, kan ada banyak simbolisme yang masih cukup relevan dengan konteks masa kini," ujarnya.

Sementara itu, Atus, warga Demangan, berhasil membawa pulang beberapa pecahan bata.

"Meskipun hanya pecahan-pecahan, tapi ini akan saya berikan untuk anak laki-laki dan perempuan saya. Harapannya biar mereka cepat bangun rumah, biar tidak boros," katanya.

Penulis :
Aditya Yohan