Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Habib Syarief: RUU PPRT Jadi Manifestasi Penegakan Konstitusi dan Perlindungan Hak Pekerja

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Habib Syarief: RUU PPRT Jadi Manifestasi Penegakan Konstitusi dan Perlindungan Hak Pekerja
Foto: Anggota Baleg DPR RI Habib Syarief Muhammad (sumber: DPR RI)

Pantau - Anggota Baleg DPR RI Habib Syarief Muhammad menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) merupakan manifestasi nyata penegakan amanat konstitusi, khususnya Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

RUU PPRT Sebagai Amanat Konstitusi

Habib Syarief menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan utuh.

Menurutnya, bukan hanya penyediaan lapangan kerja yang penting, tetapi juga perlindungan penuh terhadap hak-hak pekerja.

"Pengesahan RUU PPRT adalah manifestasi konkret kewajiban negara menebus dosa besar pengabaian hak-hak pekerja yang selama ini terpinggirkan dan kurang mendapat perlindungan memadai," ungkapnya.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR RI bersama Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan serta Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 8 September 2025.

"Kita tidak boleh membiarkan hadirnya ruang penafsiran bagi pemberi kerja untuk kemudian dapat memilih agar tidak menanggung iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dalam kesepakatan kerja sebagaimana tertera pada Pasal 16 ayat (2) RUU. Ini adalah preseden berbahaya yang memungkiri amanat hukum dan kemanusiaan," tegasnya.

Urgensi Perlindungan PRT

Data menunjukkan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia mencapai 4,2 juta orang, dengan 84 persen di antaranya perempuan.

Secara global, 1 dari 22 pekerja di dunia adalah PRT.

Profesi PRT yang sering diasosiasikan sebagai pembantu rumah tangga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang melekat, sehingga harus dimaknai sebagai pekerja profesional dalam spektrum ketenagakerjaan nasional.

Habib Syarief juga mengutip teori Seidman dan Chambliss tentang Law Implementating Process, bahwa Kementerian Sosial dan BPJS harus memastikan tidak ada celah birokrasi maupun regulasi yang menghambat perlindungan sosial bagi pekerja, terutama PRT yang selama ini menghadapi diskriminasi sistemik.

Ia menekankan bahwa RUU ini harus mengadopsi nilai-nilai Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak bagi PRT.

Konvensi tersebut memberikan standar internasional untuk pengakuan, perlindungan, dan penghargaan atas profesi PRT.

Habib Syarief menyayangkan Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi konvensi tersebut, sehingga RUU PPRT menjadi momentum bersejarah menyelaraskan hukum nasional dengan nilai-nilai HAM dan keadilan global.

Perlindungan PRT disebut harus komprehensif, mencakup semua klasifikasi pekerja: penuh waktu, paruh waktu, direkrut langsung maupun tidak langsung.

"Semua PRT harus mendapat jaminan sosial, seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan kematian, hari tua, pensiun, dan kehilangan pekerjaan sebagaimana diatur dalam program BPJS," ujarnya.

Meski Universal Health Coverage di Indonesia sudah mencapai 98,19 persen, survei JALA 2019 menunjukkan fakta ironis bahwa 89 persen PRT tidak termasuk penerima bantuan iuran dan 99 persen PRT tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan.

"Ini adalah sebuah alarm keras, bukti nyata pengabaian negara terhadap hak asasi manusia dasar para pekerja yang menopang kehidupan rumah tangga masyarakat kita," katanya.

Ia menegaskan perlindungan hukum harus bersifat preventif dan represif, mencegah pelanggaran dengan regulasi tegas sekaligus memberikan sanksi bila pelanggaran hak terjadi.

"Pada akhirnya, RUU PPRT nantinya akan menjadi benteng hukum dan moral bagi jutaan pekerja rumah tangga di tanah air yang menuntut keadilan dan penghormatan layak," tuturnya.

Habib Syarief pun menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan, mulai dari legislatif hingga pelaksana teknis, meneguhkan komitmen bersama tanpa kompromi.

Ia menekankan pentingnya memastikan RUU PPRT segera disahkan dan dilaksanakan dengan integritas, sebagai wujud nyata keberpihakan negara terhadap kelompok pekerja rumah tangga yang selama ini terabaikan dan sering disisihkan.

Penulis :
Arian Mesa