
Pantau - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2026 untuk disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, yang digelar di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Seluruh fraksi menyatakan setuju atas hasil pembahasan RUU APBN 2026 yang sebelumnya dilakukan bersama Badan Anggaran DPR dan pemerintah.
Ketua Banggar DPR RI MH Said Abdullah menegaskan bahwa APBN bukan hanya catatan angka, melainkan instrumen penting negara.
"Keseluruhan kesepakatan angka-angka asumsi makro ini kita jadikan sebagai fondasi penting bagi pemerintah. Badan Anggaran DPR mendukung keinginan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi," ujar Said.
Target Ekonomi, Kesejahteraan, dan Stabilitas di Tengah Dinamika Global
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026 ditargetkan sebesar 5,4 persen, sebagai pijakan menuju target jangka menengah sebesar 7–8 persen.
Sinergi kebijakan antara fiskal dan moneter disebut menjadi kunci, termasuk kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan Bank Indonesia.
Stabilitas inflasi, nilai tukar, dan suku bunga juga dipandang sebagai prasyarat utama agar APBN 2026 mampu:
- Melindungi masyarakat melalui program perlindungan sosial
- Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif
- Tantangan global menjadi sorotan, seperti:
- Gejolak geopolitik
- Volatilitas harga energi
- Perang konvensional dan perang dagang
"Keadaan ini tidak menguntungkan bagi Indonesia sebagai negara pengimpor energi. Karena itu, pemerintah harus mempercepat kemandirian energi dan meningkatkan kontribusi energi baru terbarukan," kata Said.
Indikator Kesejahteraan dan Postur Fiskal
APBN 2026 menargetkan sejumlah indikator kesejahteraan, di antaranya:
- Tingkat kemiskinan: 6,5–7,5 persen
- Kemiskinan ekstrem: ditekan hingga 0,5 persen
- GNI per kapita: 5.520 dolar AS
- Fokus tambahan: Indeks Kesejahteraan Petani dan penciptaan lapangan kerja formal
Postur fiskal dalam APBN 2026 mencakup:
- Pendapatan negara: Rp3.153,58 triliun
- Belanja negara: Rp3.788,49 triliun
- Defisit anggaran: Rp634,91 triliun atau 2,69 persen dari PDB
- Tambahan penerimaan cukai: Rp1,7 triliun
- Tambahan belanja kementerian/lembaga: Rp12,3 triliun
"APBN 2026 kita rancang sebagai alat penahan guncangan ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan rentan miskin. Pada saat yang sama, APBN juga kita tempatkan sebagai kekuatan penggerak bagi kebangkitan UMKM, transportasi, pariwisata, dan ekonomi kreatif," tegas Said.
Sikap Fraksi-Fraksi di DPR
Beberapa pandangan akhir dari fraksi-fraksi DPR RI terhadap APBN 2026 antara lain:
- PDI Perjuangan: menekankan pentingnya alokasi 20% APBN untuk pendidikan guna mencetak SDM unggul.
- Golkar: menyebut target pertumbuhan ekonomi realistis jika daya beli dijaga dan perbankan diperkuat dalam ekspansi kredit.
- Gerindra: menyoroti pentingnya perluasan basis pajak secara hati-hati dan insentif fiskal untuk sektor produktif.
- NasDem: menekankan pemerataan dan kualitas program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan dukungan pangan lokal dan UMKM.
- PKB: mengapresiasi peningkatan transfer ke daerah dan meminta penguatan fiskal daerah.
- PKS: meminta anggaran pendidikan dan kesehatan berdampak langsung pada kesejahteraan guru dan tenaga kesehatan.
- PAN: menyoroti penurunan alokasi transfer daerah dibanding outlook 2025 dan meminta kompensasi adil.
Demokrat: menekankan tata kelola utang, efisiensi anggaran, dan penguatan sektor riil demi menjaga daya beli.
APBN sebagai Instrumen Kesejahteraan di Tengah Ketidakpastian
Said Abdullah menutup laporan dengan harapan agar APBN 2026 benar-benar digunakan secara optimal sebagai senjata fiskal negara.
"Pemerintah harus memanfaatkan kekuatan fiskal secara gesit, kreatif, dan inovatif," ujarnya.
APBN 2026 diharapkan menjadi instrumen yang mampu:
- Menahan guncangan ekonomi
- Melindungi rakyat miskin
- Memperkuat UMKM
- Mendorong kebangkitan industri nasional
"APBN 2026 yang kita bahas bersama ini akan menjadi senjata fiskal pemerintah. Namun, seberapa tangguh APBN ini, tentu kembali kepada pemerintah sendiri dalam memanfaatkannya. Kami berharap, APBN ini benar-benar menjadi alat negara menghadirkan kesejahteraan rakyat di tengah dunia yang penuh ketidakpastian," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan











