
Pantau - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah melakukan transformasi pendidikan secara menyeluruh guna mengatasi pengangguran terdidik dan meningkatkan serapan tenaga kerja nasional yang saat ini masih rendah.
842 Ribu Sarjana Menganggur, Kesenjangan Kompetensi Jadi Sorotan
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Pembangunan Berkelanjutan Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan bahwa pada tahun 2023 tercatat lebih dari 842 ribu lulusan diploma dan sarjana belum memiliki pekerjaan.
"Fenomena pengangguran terdidik terus terjadi. Hal ini menunjukkan adanya competency gap yang serius," ujarnya.
Shinta menegaskan perlunya langkah nyata untuk menjembatani kesenjangan antara lulusan pendidikan dan kebutuhan riil dunia kerja.
Menurutnya, masalah bukan terletak pada penggunaan kurikulum luar negeri, melainkan pada kualitas guru, relevansi kurikulum, dan sistem asesmen yang kredibel.
"Persepsi masyarakat bahwa kualitas pendidikan ditentukan oleh kurikulum asing adalah keliru. Yang lebih penting adalah kompetensi guru dan sistem pengajaran yang relevan," tegas Shinta.
Ia juga menyoroti rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia dibanding negara-negara tetangga.
Data OECD menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia baru mencapai sepertiga dari rata-rata negara anggotanya.
"Selain jumlah tenaga kerja yang besar, kita juga perlu memastikan kualitas dan produktivitas mereka agar mampu bersaing secara global," tambahnya.
Tantangan Digitalisasi dan Kolaborasi Pendidikan–Industri
Shinta memperingatkan bahwa tantangan masa depan seperti Revolusi Industri 4.0 dan otomatisasi pekerjaan akan menuntut keterampilan baru.
"McKinsey Global Institute memperkirakan hingga 23 juta pekerjaan di Indonesia bisa terotomatisasi pada 2030 jika tenaga kerja tidak dilengkapi keterampilan baru," katanya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah, tetapi juga dunia usaha, akademisi, dan masyarakat.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, Stella Christie, menyampaikan pentingnya mendorong universitas menjadi research university untuk menghasilkan inovasi yang berdampak pada ekonomi nasional.
"Kita harus bisa melihat hubungan langsung antara pendidikan tinggi dan pertumbuhan ekonomi. Universitas berbasis riset itulah yang menghasilkan inovasi baru. Misalnya Stanford University mampu menciptakan nilai ekonomi hingga 3 triliun dolar AS per tahun," jelasnya.
Stella mengungkap bahwa pemerintah telah memetakan riset unggulan di universitas-universitas Indonesia untuk mempermudah kolaborasi dengan sektor industri.
"Kami membangun sistem agar siapa pun bisa mencari topik riset tertentu dan langsung mengetahui peneliti serta universitasnya," imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Fajar Riza Ul Haq, mengingatkan bahwa transformasi pendidikan bukan soal ganti kurikulum, melainkan bagaimana kurikulum itu diajarkan.
"Biasanya orang bersorak, ganti menteri ganti kurikulum. Tapi kami ingin memperkuat bagaimana guru mengajarkan kurikulum itu," ujarnya.
Fajar menekankan bahwa kompetensi abad ke-21 tidak hanya soal banyaknya materi, tetapi cara dan alasan materi itu diajarkan.
Ia menggarisbawahi pentingnya membentuk pola pikir, mentalitas, dan budaya belajar sejak dini agar proses pendidikan benar-benar bermakna dan berdampak.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf