
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hanya ada satu orang pengumpul utama dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Alur Dana Kuota Haji
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan, "Ya pasti ujungnya pada satu orang pengumpul utama."
Asep menjelaskan aliran uang bermula dari biro-biro perjalanan haji yang mengumpulkan dana dan menyetorkannya ke asosiasi.
Dana tersebut kemudian diserahkan secara bertingkat kepada oknum di Kementerian Agama.
Menurut Asep, aliran uang itu sampai pada "level pelaksana, tingkatan dirjen (direktur jenderal), hingga pada tingkatan yang lebih atasnya lagi," ungkapnya.
KPK resmi memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah dua hari sebelumnya memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait penyelidikan awal.
Lembaga antirasuah juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara.
Dugaan Kerugian dan Pelanggaran Aturan
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Pada hari yang sama, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Yaqut Cholil Qoumas.
Selanjutnya, pada 18 September 2025, KPK menduga ada keterlibatan 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji dalam perkara tersebut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024.
Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dilakukan Kementerian Agama.
Saat itu, 10.000 kuota dialokasikan untuk haji reguler dan 10.000 lainnya untuk haji khusus.
Pembagian ini dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dan 92 persen untuk kuota haji reguler.
- Penulis :
- Leon Weldrick