billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Konsumsi Garam Berlebih Picu Hipertensi di Usia Produktif, Dokter Gizi Serukan Edukasi di Tempat Kerja

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Konsumsi Garam Berlebih Picu Hipertensi di Usia Produktif, Dokter Gizi Serukan Edukasi di Tempat Kerja
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Petugas melakukan pemeriksaan kadar gula darah dan hemoglobin. ANTARA FOTO/Auliya Rahman/nz/am.)

Pantau - Spesialis gizi klinik dari RS Premier Bintaro, dr Yohan Samudra, SpGK, AIFO-K, memperingatkan masyarakat akan meningkatnya kasus penyakit degeneratif, terutama hipertensi, yang kini semakin banyak menyerang kelompok usia produktif.

Dalam keterangannya yang disampaikan melalui Ajinomoto pada Rabu (1/10/2025), Yohan menekankan bahwa hipertensi sering kali tidak menunjukkan gejala, namun dapat berujung pada penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah yang serius.

"Rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam dua kali lipat dari rekomendasi WHO, yakni 5 gram per hari. Bahkan lima dari sepuluh orang melampaui angka tersebut," ungkapnya.

Konsumsi garam yang berlebihan menjadi salah satu pemicu utama hipertensi, dan perlu dikendalikan melalui edukasi serta perubahan pola memasak yang lebih sehat.

Kampanye Bijak Garam Jadi Strategi Cegah Penyakit Tidak Menular

Peringatan ini sejalan dengan kampanye “Bijak Garam” yang digaungkan dalam Simposium Kesehatan Kerja IDKI 2025 di Jakarta, yang bertujuan mengurangi konsumsi garam tanpa mengorbankan cita rasa makanan.

Pendekatan ini dinilai efektif untuk menurunkan risiko penyakit degeneratif di kalangan pekerja, serta mendukung pembentukan gaya hidup sehat di lingkungan kerja.

Simposium tersebut diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia (IDKI) dan dihadiri oleh dokter perusahaan, praktisi HRD, serta profesional K3 dari berbagai sektor industri.

Forum ini membahas berbagai tantangan kesehatan kerja modern, termasuk pencegahan penyakit tidak menular yang berpotensi menurunkan produktivitas tenaga kerja.

Wakil Sekretaris Pengurus Pusat IDKI, dr Rafael Nanda R, MKK, menyatakan pentingnya edukasi berkelanjutan di tempat kerja.

"Kami melihat adanya peningkatan hasil Medical Check-Up (MCU) setelah program edukatif yang terstruktur. Ini menunjukkan perilaku sehat dapat dibentuk secara konsisten di lingkungan kerja," ia menjelaskan.

Budaya Kerja Sehat Dianggap Investasi Jangka Panjang

IDKI juga mendorong kolaborasi lintas sektor agar perusahaan lebih aktif membangun budaya kerja sehat.

Menurut IDKI, budaya kerja sehat tidak hanya menjaga kualitas hidup karyawan, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan operasional perusahaan.

Upaya preventif seperti kampanye gizi, pengendalian stres, dan promosi gaya hidup aktif dinilai sebagai fondasi penting dalam membentuk lingkungan kerja yang produktif dan berkelanjutan.

Penulis :
Aditya Yohan