
Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI Rachmad Gobel menegaskan pentingnya menjaga keberadaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai industri strategis nasional, meski perusahaan masih terbebani utang besar dan mencatat kerugian.
Industri Baja Penopang Pembangunan
Gobel menyatakan tanpa industri baja yang kuat, Indonesia akan kehilangan daya tarik investasi sekaligus melemahkan fondasi pembangunan ekonomi.
"Kalau tidak ada industri baja, saya kira republik yang besar ini akan lemah. Karena industri baja itu sangat penting," ungkapnya.
Hingga paruh pertama 2025, Krakatau Steel masih terbebani utang sekitar US$ 1,7 miliar atau Rp 28,37 triliun.
Pendapatan usaha perusahaan tumbuh 3,63 persen menjadi US$ 460,82 juta, namun tetap merugi US$ 107,11 juta atau Rp 1,74 triliun.
Komisi VI DPR RI bersama pemerintah menyoroti pentingnya restrukturisasi utang, efisiensi internal, serta kebijakan perdagangan yang berpihak pada industri baja nasional.
Tantangan Internal dan Ancaman Eksternal
Gobel menilai Krakatau Steel terlalu lama mendapat perlindungan pemerintah sehingga tidak tumbuh sehat dan gagal menjadi pemain baja tangguh.
"Dari awal berdiri selalu diproteksi. Mungkin karena terlampau diproteksi, sehingga nggak tumbuh menjadi perusahaan yang dewasa, yang kuat," ujarnya.
Meski demikian, ia mengakui ada perubahan positif di tubuh Krakatau Steel di bawah kepemimpinan Direktur Utama saat ini, Akbar Himawan Buchari.
"Apalagi nama Bapak Akbar, saya bayangkan akan ada perubahan besar. Kita harap ini jadi momentum," kata Gobel.
Menurutnya, pemerintah perlu menyeimbangkan antara proteksi dan tuntutan perbaikan internal agar perusahaan tidak lagi hanya bergantung pada perlindungan negara.
"Di satu sisi kita proteksi, tapi kita tuntut juga perusahaan ini untuk membenahi ke dalam. Jadi nggak bisa lagi hanya diproteksi terus," tegasnya.
Gobel juga menyoroti ancaman eksternal, khususnya dari Tiongkok yang kerap melakukan kebijakan oversupply baja dengan harga murah.
"Mereka selalu jual murah dulu, setelah industrinya mati, baru dia menentukan harga. Itu pola monopoli yang berbahaya," paparnya.
Ia menekankan bahwa proteksi terhadap Krakatau Steel bukan sekadar alasan proteksionisme, melainkan langkah melawan praktik monopoli global.
Meski begitu, ia menegaskan perusahaan tetap wajib berbenah diri dari sisi manajemen, efisiensi, dan kinerja operasional.
"Saya percaya di bawah pimpinan Pak Akbar dengan jajarannya, pembenahan (Krakatau Steel) ini bisa dijalankan," tutup Gobel.
- Penulis :
- Shila Glorya